JAKARTA, KOMPAS.com - Obat Ivermectin belakangan menjadi sorotan karena disebut sebagai obat terapi Covid-19 oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Dalam akun Instagram-nya, Erick menyebut bahwa Ivermectin adalah obat anti-parasit yang sudah digunakan terbatas untuk terapi penyembuhan Covid-19 di berbagai negara, dari India sampai Amerika, dan juga Indonesia.
Erick bahkan mengatakan, obat Ivermectin yang diproduksi PT Indofarma telah mendapat izin edar dan akan diproduksi 4 juta dosis per bulan.
“Kita sudah mulai produksi, dan InsyaAllah nantinya dengan kapasitas produksi 4 juta (tablet) per bulan,” tutur Erick.
Pernyataan Erick tersebut lantas menjadi sorotan lantaran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa izin edar obat Ivermectin di Indonesia saat ini adalah sebagai obat cacing, dan bukan untuk terapi pengobatan Covid-19.
Di beberapa negara, Ivermectin diklaim dapat menyembuhkan pasien Covid-19. Namun, menurut BPOM, hal itu perlu dibuktikan terlebih dahulu melalui uji klinis.
BPOM menyebut hingga saat ini pihaknya belum membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati Covid-19. Dengan demikian, Ivermectin belum disetujui untuk indikasi penanganan Covid-19 di Indonesia.
Apabila Ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19, kata BPOM, harus atas persetujuan dan di bawah pengawasan dokter.
Dalam keterangannya, BPOM mengakui terdapat publikasi di media terkait penggunaan Ivermectin yang menunjukkan potensi efek penyembuhan terhadap Covid-19.
Akan tetapi, publikasi tersebut tidak cukup untuk digunakan sebagai bukti khasiat Ivermectin untuk Covid-19 karena banyak faktor lain yang juga dapat berpengaruh pada kesembuhan pasien, selain yang diduga merupakan efek dari Ivermectin, yang tidak dilaporkan.
Oleh karena itu, masih perlu adanya pembuktian khasiat Ivermectin melalui uji klinik.
Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan Covid-19 di Indonesia, dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.
Karenanya, apabila Ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19, harus atas persetujuan dan di bawah pengawasan dokter.
Jika masyarakat memperoleh obat ini bukan atas petunjuk dokter, diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakannya.
Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Tanggapan Stafsus Erick Thohir
Menanggapi situasi tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan atasannya tak pernah mengatakan bahwa Ivermectin merupakan obat untuk Covid-19.
"Ada kesalahan informasi ataupun yang disampaikan beberapa pihak mengenai Ivermectin.Yang pasti Pak Erick itu tidak pernah berbicara bahwa Ivermectin itu sudah mendapatkan izin dari BPOM untuk obat Corona. Justru beliau mengatakan bahwa BPOM memberikan izin edar untuk Ivermectin itu untuk anti parasit," ujar Arya, Selasa (22/6/2021).
Arya menambahkan, Ivermectin sama seperti obat terapi lainnya yang dianjurkan dokter kepada pasien Covid-19. Misalnya, seperti Avigan, Favipiravir dan Azytromicin.
"Sampai hari ini tidak ada yang namanya obat Corona, sampai hari ini yang ada masih terapi dan itu diberikan oleh rekomendasi dokter dan Ivermectin ini pun adalah salah satu terapi yang bisa dipakai dokter, tapi tergantung rekomendasi dokternya," kata dia.
Pria yang juga menjabat sebagai Komisaris Telkom itu menjelaskan, jenis obat tersebut sudah digunakan di India. Bahkan, kata dia, sudah ada jurnal ilmiah yang mengatakan ivermectin bisa digunakan untuk terapi penyembuhan pasien Covid-19.
"Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa Pak Erick menyatakan Ivermectin obat corona itu jelas salah, jangan diplintir itu sangat salah, itu enggak boleh diplintir," ungkap Arya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/23/18084421/duduk-perkara-polemik-ivermectin-yang-ramai-setelah-disebut-obat-terapi