Nadia menegaskan bahwa keduanya merupakan alat untuk mendiagnosis Covid-19 atau sebagai alat pemeriksa.
"(Datanya) Sudah disertakan sejak Februari 2021. Baik swab antigen dan swab PCR keduanya bisa digunakan (untuk diagnosis) selama tujuan dari tes bukan untuk pelaku perjalanan," ujar Nadia saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (22/6/2021).
Menurut Nadia, apabila seseorang dinyatakan positif dalam tes antigen, yang bersangkutan dipastikan positif Covid-19.
Akan tetapi, apabila hasil swab antigen negatif tetapi individu menunjukkan gejala yang mengarah kepada Covid-19, dia harus dicek ulang dengan tes swab PCR.
Nadia juga membenarkan bahwa akurasi tes swab antigen bisa lebih rendah daripada tes swab PCR.
Namun, menurut dia, WHO sudah merekomendasikannya sebagai alat diagnosis.
"Tetapi WHO sudah merekomendasikan ini sebagai alat diagnostik dan ini membantu mendeteksi dengan cepat terutama pada daerah yang memiliki keterbatasan pemeriksaan PCR," kata Nadia.
Terlebih, pada masa pandemi saat ini penting untuk segera menemukan kasus positif Covid-19 untuk segera dipisahkan dari populasi sehat.
Dengan demikian, dapat memutuskan rantai penularan termasuk varian baru virus corona penyebab Covid-19.
"Walau akurasi dibawah PCR tetapi masih cukup sensitif dan spesifik untuk mengenali kasus positif Covid-19," kata Nadia.
Saat disinggung apakah penggunaan swab antigen juga menjadi strategi pemerintah untuk menghemat biaya testing Covid-19, Nadia menampik hal itu.
Dia menegaskan bahwa pertimbangannya lebih kepada akses.
"Sebab tes swab PCR tidak mudah. Bukan hanya masalah alat, tetapi masalah SDM juga. Itu tidak mudah," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/22/17561171/kemenkes-hasil-swab-antigen-dimasukkan-ke-laporan-harian-covid-19-sejak