Keduanya adalah Staf Khusus Menteri KP, Safri dan Sekretaris Pribadi (Sespri) Edhy Prabowo, Amiril Mukminin.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi ekspor benih benur lobster di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (15/6/2021).
"'Sudah satu ember dipegang beliau,' maksudnya apa nih?" tanya jaksa dilansir dari Antara.
"Saya tidak tahu, tapi saat itu dikonfirmasi ke Amiril, itu untuk keperluan Pak Menteri ke Amerika," ungkap Safri.
Adapun Safri yang juga merupakan terdakwa hadir menjadi saksi untuk lima terdakwa lainnya yaitu Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi, Safri, Amiril Mukminin, Ainul Faqih dan Siswandhi Pranoto Loe.
Kemudian jaksa kembali mengonfirmasi apa maksud dari kode "satu ember" dalam percakapan tersebut.
Safri menjelaskan bahwa kode tersebut mengacu pada jumlah uang yang dibawa oleh Edhy Prabowo sebanyak Rp 1 miliar.
"1 ember apa?" jaksa memastikan.
"1 miliar maksudnya," tutur Safri.
Lalu dalam sidang tersebut Jaksa juga menampilkan percakapan antara Amiril dan Safri tentang adanya perusahaan eksportir yang tidak menggunakan jasa pengiriman PT Aero Cipta Kargo (ACK).
Pada percakapan itu diketahui secara tegas Safri menyebut bahwa ekspor benih benur lobster yang tidak dilakukan dibawah bendera PT ACK adalah ilegal.
"Abang antisipasi, Grahafood pakai kargo NJP, (pihak) karantina meng-acc SKWP diokein oleh Pak Carli. Hebat NJP bisa labrak aturan KKP dan enggak hargain abang dan lain-lain karena logistik BBL selama ini adalah ACK, pengiriman selain ACK ilegal," ucap Amiril pada Safri.
"Enggak benar itu karantina dan DJPT bahaya kalau diloloskan, ntar aku lapor ke bapak," jawab Safri pada Amiril.
Jaksa kemudian menanyakan pada Safri siapa yang dia maksud sebagai bapak.
"Maksudnya Pak Menteri, tapi saya tidak lapor, karena saya hanya bicara sama Andreau saja," terang Safri pada jaksa.
Andreau yang dimaksud Andreau Misanta Pribadi yang juga merupakan staf khusus Edhy Prabowo yang menjadi terdakwa.
Pada perkara ini jaksa menduga Edhy Prabowo menerima suap dari berbagai perusahaan eksportir BBL sebesar Rp 25,7 miliar.
Uang suap itu diduga diterima Edhy, agar ia segera mengeluarkan izin ekspor BBL pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Karena perbuatannya Edhy didakwa melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Ri Nomor 31 Taun 1998 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/16/11151891/jaksa-ungkap-kode-satu-ember-dipegang-beliau-pada-percakapan-anak-buah-edhy