JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, kesenjangan distribusi dan vaksinasi Covid-19 di dunia masih sangat besar yakni antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
"Dari sekitar 2,2 miliar dosis vaksin yang telah disuntikkan, 75 persen berada hanya di 10 negara maju dan hanya 0,4 persen yang berada di negara-negara berpenghasilan rendah," kata Retno melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (10/6/2021).
Retno mengatakan, kesenjangan distribusi vaksin tersebut berdampak pada persentase vaksinasi Covid-19 di dunia.
Ia mengatakan, kawasan Amerika Utara dan Eropa paling banyak melakukan vaksinasi dibandingkan kawasan Asia Tenggara dan Afrika.
"Kawasan Amerika Utara telah memvaksinasi 64,33 persen dari total populasi, kawasan Eropa telah memvaksinasi 52,85 persen dan persentase di kawasan Afrika baru mencapai 2,86 persen dan kawasan ASEAN 8,91 persen," ujarnya
"Angka ini masih jauh dari target WHO yang mengharapkan setidaknya 10 persen telah divaksin pada bulan September dan 30 persen pada Desember tahun ini," sambungnya.
Retno mengatakan, untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Covax facility telah mendorong beberapa negara melakukan mekanisme dose-sharing atau berbagi vaksin.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Belgia dan Spanyol akan menyalurkan ekstra vaksin yang dimiliki melalui Covax facility.
Kemudian, Covax facility menyalurkan vaksin tersebut kepada negara-negara yang membutuhkan.
Lebih lanjut, Retno mengatakan, Indonesia sebagai salah satu co-chairs Covax AMC Angagement Group memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk terus memperjuangkan akses setara terhadap vaksin untuk semua negara.
Indonesia, kata dia, sedang mengupayakan penghapusan HAKI untuk produk dan teknologi yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19.
"Pembahasan awal terhadap tractate proposal ini di World Trade Organization atau WTO kemungkinan akan dimulai pada tanggal 17 Juni 2021," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/11/10015521/menlu-sebut-vaksinasi-covid-19-di-asean-891-persen-masih-jauh-dari-target