Salin Artikel

Betulkah Ada Operasi Senyap di Balik TWK KPK?

PUTUSAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberhentikan 51 pegawainya menyusul tes wawasan kebangsaan (TWK) yang kontroversial dianggap sebagai pembangkangan.

Disebut pembangkangan karena keputusan itu dinilai tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi dan seruan Presiden Joko Widodo.

Dalam putusan uji materi UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, pada bagian pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbainingsih, Selasa (4/5/2021), MK menyatakan, peralihan status Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Sementara, Presiden Jokowi menyatakan, TWK tidak serta merta memberhentikan pegawai yang tidak lulus.

KPK sudah bulat memutuskan. Dalam pernyataan bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) disebutkan, 51 pegawai dari 75 yang diumumkan tak lolos akan diberhentikan. Alasannya, ke-51 pegawai tersebut tidak lolos uji pada materi utama yaitu PUNP alias Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Sementara, 24 pegawai dianggap masih bisa “diselamatkan”. Mereka akan dibina lebih lanjut.

Apakah ada persekongkolan jahat di balik TWK KPK?

"Ini pasti bukan kerja pimpinan atau lebih spesifik bukan kerja individu Firli Bahuri (Ketua KPK) semata. Pasti ada pola yang terjadi. Ada persekongkolan jahat di balik tes wawasan kebangsaan," ungkap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu pekan lalu (26/5/2021).

Tim program AIMAN Kompas TV mencoba mencari tahu siapa yang berada di balik pemberhentian 51 pegawai yang dianggap tak bisa dibina.

Macan antikorupsi tersingkir?

Ke-51 orang yang tersingkir itu disebut-sebut sebagai macan antikorupsi di KPK. Mereka menangani sejumlah kasus besar. Semuanya adalah penyelidik dan penyidik senior maupun pengawas Internal yang melakukan sidang etik di internal KPK.

Tersebutlah sejumlah nama.

Praswad Nugraha dan Andre Nainggolan. Masing-masing adalah penyidik dan Kepala Satuan Tugas Penyidik. Keduanya menangani kasus korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari didakwa terima suap Rp 32 miliar terkait bantuan sosial Covid-19.

Ada empat orang lagi. Mereka menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy didakwa terima suap lebih dari Rp 25 miliar terkait izin ekspor benih lobster.

Mereka adalah Kepala Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tiga Kepala Satuan Tugas Penyidik KPK yaitu Rizka Anungnata, Novel Baswedan, dan Ambarita Damanik.

Penyidik KPK Ronald Paul juga termasuk dalam daftar 75 yang gagal TWK. Ronald saat ini sedang menangani kasus eks Caleg PDI-P yang kini masih buron, Harun Masiku.

Masiku merupakan sosok kunci kasus korupsi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia diduga menyuap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Aksi ini dilakukan Masiku agar mendapat jatah kursi saat pergantian antar waktu anggota DPR 2019-2024.

Tiba-tiba Masiku hilang dan buron hingga kini. Sementara, Wahyu Setiawan sedang menjalani vonis enam tahun penjara.

Ada juga Kepala Satuan Tugas penyidik KPK Afif Julian Miftah. Afif sedang menyelidiki kasus suap pajak yang diduga melibatkan mantan direktur di Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji. Angin diduga menerima suap Rp 50 miliar dari para wajib pajak.

Lalu ada nama Deputi Pengawas Internal KPK Herry Muryanto. Ia pun disebut dalam daftar 75 pegawai yang tak lolos tes. Selain kerap menangani kasus pelanggaran pegawai internal di KPK, pada akhir 2018 Herry tercatat pernah menangani dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri yang saat itu menjabat deputi penindakan KPK.

Betulkah ada operasi senyap?

Karena sejumlah nama penyidik senior yang sedang menangani perkara besar tidak lolos, tak sedikit yang kemudian menduga ada sesuatu yang janggal di balik proses ini.

Juru bicara KPK Ali Fikri memberikan pendapatnya secara normatif.

"Tentu kami berkomitmen untuk terus lakukan tugas pokok dan fungsi KPK, sekalipun kami menyadari ada dinamika yang terjadi di dalam proses peralihan pegawai KPK,” jawab Ali menanggapi dilaporkannya sejumlah Pimpinan KPK ke Komnas HAM oleh 75 pegawai yang tak lolos tes, pekan lalu (Selasa, 25/5/2021).

Analis Intelijen yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Stanislaus Riyanta tidak yakin ada operasi senyap berupa persekongkolan untuk menyingkirkan puluhan pegawai yang dikatakan jadi tulang punggung pemberantasan korupsi di KPK.

“Pertama, apakah dengan tidak adanya para pihak yang dikatakan sebagai tulang punggung ini, pemberantasan korupsi di KPK akan berhenti? Saya kira tidak,” kata Stanis di program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 20.00 wib.

Logikanya, kata dia, operasi senyap tidak mungkin dilakukan melalui tes. Sebab, hasil tesnya bisa dibuka untuk dianalisis.

"Buka saja tesnya, gunakan pihak ketiga yang independen. Semua akan terbukti. Operasi senyap tidak akan mungkin dilakukan pada tes yang punya bukti jelas," kata Stanis.

Perspektif lain

Saya juga mendapat pernyataan dari perspektif yang berbeda yang disampaikan Direktur Kampaye Antikorupsi KPK nonaktif Giri Suprapdiono. Ia sempat lama menjadi Direktur Gratifikasi yang datanya banyak menjadi rujukan penyidik untuk menjerat para tersangka hingga terpidana kasus korupsi di KPK.

Giri menjelaskan bahwa hanya ada 3 dari 30 ruangan yang digunakan. Nama-nama yang tidak lolos berasal dari 3 ruangan yang digunakan saat TWK.

Giri juga mengungkapkan secara eksklusif kepada AIMAN bahwa selama tes semua perlengkapan dititipkan di tempat khusus. Peserta tes hanya boleh membawa pensil

"Apakah penggunaan pensil itu ada tujuan tertentu, misalnya untuk mengubah jawaban jika sewaktu-waktu dibuka ke publik?" ujar Giri.

Pro-kontra masih terus berlangsung. Menarik untuk terus mencermati dinamika selanjutnya di lembaga antirasuah negeri ini.

Menarik pula untuk terus menempatkan isu ini dengan sentuhan hati nurani. Tentu saja dengan catatan bahwa korupsi masih dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa di negeri ini.

Jika tidak, selamat tinggal!

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/31/06300031/betulkah-ada-operasi-senyap-di-balik-twk-kpk-

Terkini Lainnya

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke