Dengan pemindahan ini, nasib para pekerja lepas menjadi tidak jelas. Hal ini menimbulkan keresahan bagi mereka lantaran situasi ekonomi masih buruk akibat pandemi virus corona.
"Kami lagi sedih pak. Sebelum Lebaran ini, 12 orang teman kami diberhentikan di Istana. Alasannya dipindahkan bekerja ke luar Istana, berarti mereka dikembalikan ke perusahaannya dan tak lagi di Istana," kata Timo, sebut saja begitu, seorang pekerja lepas Istana, akhir pekan lalu di Istana Kepresidenan, Jakarta, melansir pemberitaan Kompas.id, Senin (10/5/2021).
Timo mempertanyakan apakah ada kebijakan yang membolehkan pemberhentian pekerja lepas pada masa pandemi dan ekonomi yang masih memburuk.
Ia khawatir Presiden, Kepala Sekretariat Presiden, dan Kementerian Sekretariat Negara tak tahu-menahu soal ini.
Seperti mewakili 120 orang pekerja lepas Istana, Timo gelisah nasibnya dan teman-teman di Istana terancam.
Sebab, ia mendengar kabar dari pengawas pekerja taman Istana bahwa staf Istana tengah mencari 5 orang lagi pekerja yang bisa dipindahkan. Mereka kemudian akan digantikan oleh pekerja yang baru.
"Sebetulnya kalau diberhentikan, sekarang ini tidak boleh karena alasan pandemi juga ekonomi lagi susah. Karena itu, pengelola Istana menggunakan istilah 'dipindahkan bekerja di luar Istana'," kata Timo.
"Kalau kerja di luar Istana, berarti tak lagi kerja di Istana, dan suatu saat kami benar-benar di PHK dari perusahaan rekanan," tuturnya.
Dengan gaji sekitar Rp 4,6 juta per bulan, kehidupan para pekerja lepas Istana bisa dibilang lumayan.
Belum lagi, mereka juga mendapat makan siang di Istana. Dengan begitu, pengeluaran bisa ditekan.
Seandainya bekerja di luar Istana, penghasilan para pekerja lepas bakal turun drastis dan terancam PHK. Padahal, usia mereka semakin tua dan sudah lama bekerja di Istana, antara 8-10 tahun.
"Kalau kerja di luar Istana, gaji kami jadi Rp 3 jutaan. Beban kami jadi besar. Selain ongkos sehari-hari, juga bayar kontrakan rumah," tutur Timo lagi.
Comal merupakan salah satu pekerja lepas yang dipindahkan untuk bekerja di luar Istana. Oleh perusahaan outsource ia lantas ditempatkan di sebuah perusahaan di Tanah Abang.
"Baru beberapa hari, perusahaannya bangkrut, dan akhirnya saya di PHK," ungkapnya.
Kini, Comal mengganggur. Tak tahu bagaimana ia menyambut Lebaran yang tinggal beberapa hari lagi.
Pemberhentian pekerja lepas di Istana nyatanya bukan sesuatu yang baru. Mengutip Kompas, 24/9/2016, tujuh pekerja lepas Istana pernah dicopot dan diberi pesangon sebesar Rp 750.000 per orang.
Pesangon itu datang dari perusahaan pemberi jasa atau yang mengontrak mereka.
Beberapa tahun lalu, dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (sebelum diganti dengan UU Cipta Kerja), usia pekerja tak boleh melewati 55 tahun sehingga mereka harus pensiun.
Respons Istana
Menanggapi hal tersebut, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengaku belum mendapat laporan tentang pemberhentian para pekerja lepas.
Saat ini, kata dia, terdapat sekitar 120-130 pekerja lepas yang terbagi dalam 3 bidang pekerjaan, yaitu petugas sampah, layanan pembersihan, dan taman Istana yang bekerja di Istana Negara.
Heru menyebut bahwa Sekretariat Presiden menghindari adanya PHK, kecuali jika sudah waktunya pensiun atau pekerjaannya dinilai tidak benar.
”Itu beda, ya. Kecuali, dapat teguran malas atau mangkir. Kami ada kontrak dengan perusahaan, mungkin perusahaan yang menarik taruh di tempat lain. Saya pastikan sih nggak ada (PHK). Jumlahnya tetap segitu, 120-130 orang. Kasihanlah, kalau saya tahu (PHK), enggak menghendaki,” kata Heru, ketika dihubungi Kompas.id, Jumat (7/5/2021).
”Nggak ada kabar (PHK) itu. Nanti coba saya cek ya terlebih dahulu, ya,” tuturnya.
Heru menyebut bahwa masa kerja pekerja lepas Istana cenderung lama, bahkan ada yang sampai puluhan tahun. Ia mengaku akan mempertahankan pekerja yang kinerjanya baik.
Sebab, untuk mengganti pekerja lepas dengan pekerja baru prosesnya tidak mudah. Mereka harus melalui proses screening dan belum tentu hasilnya baik.
Terkait penghasilan para pekerja lepas yang dinilai minim, Heru tak tinggal diam. Heru mengaku rutin memberikan bantuan santunan beras setiap bulan.
Hal itu ia lakukan lantaran para pekerja lepas merupakan pagawai non-PNS.
"Saya siapkan 100 kantong beras. Buat giliran. Itu sudah rutin, kebiasaan saya. Ada teh, gula, saya bagikan dari saya pribadi. Saya tanya-tanya, happy happy aja," ujarnya.
Heru mengatakan, bekerja sebagai pekerja lepas di Istana sebenarnya tak mudah. Para pekerja wajib mengikuti protokol ketat.
Mereka wajib mengikuti wawancara rutin minimal tiap 6 bulan sekali atau ketika diperlukan. Setiap sepekan, para pekerja juga harus tes antigen untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Kami cek wawancara. Random ditanya tentang keluarga bagaimana? Dianya bagaimana? Terus kehidupan dia bagaimana?” kata Heru.
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/11/06025201/keresahan-pekerja-lepas-di-istana-kepresidenan