JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino terkait proyek pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II pada Jumat (26/3/2021).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pada tahun 2009, PT Pelindo II (Persero) melakukan pelelangan pengadaan 3 unit QCC dengan spesifikasi Single Lift untuk Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT BI (Barata Indonesia).
Namun penunjukan langsung tersebut, kata Alex, juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada Standar Eropa
“18 Januari 2010, RJL (RJ Lino) selaku Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) diduga melalui disposisi surat memerintahkan FY (Ferialdy Noerlan) Direktur Operasi dan Teknik melakukan pemilihan langsung dengan mengundang 3 (tiga) perusahaan, yaitu ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd) dari China, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co.Ltd) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan,” kata Alex dalam konferensi pers, Jumat (26/3/2021).
Kemudian, pada Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II (Persero) tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II (Persero), dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri.
“Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri,” kata Alex.
“Adapun Surat Keputusan Direksi PT. Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan,” ucap dia.
Penunjukan langsung HDHM, kata Alex, diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi "Go For Twinlift" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.
Padahal, pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.
Lebih lanjut, pada Bulan maret 2010, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Saptono R Irianto (Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha) juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.
”Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II (Persero) pada pihak HDHM, RJL (RJ Lino) diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang dibayarkan mencapai 24.000.000 dollar Amerika yang dicairkan secara bertahap,” ujar Alex.
“Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II (Persero) dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE),” ucap dia.
Alex menyebut, untuk pengiriman 3 unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap di mana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.
Harga kontrak seluruhnya 15.554.000 dollar AS terdiri dari 5.344.000 dollar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, 4.920.000 dollar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan 5.290.000 dollar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.
“KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar 2.996.123 dollar Amerika untuk QCC Palembang, 3.356.742 dollar Amerika untuk QCC Panjang dan 3.314.520 dollar Amerika untuk QCC Pontianak,” ujar Alex
”Bahwa selain itu akibat perbuatan tersangka RJL (RJ Lino) ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar 22.828,94 dollar Amerika. Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang 3 unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II,” ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/26/19273911/ini-konstruksi-perkara-korupsi-yang-menjerat-mantan-dirut-pt-pelindo-ii-rj