“Ini sangat disayangkan juga karena ada romantisasi atau semacam narasi bahwa hakim yang berani menjatuhkan hukuman mati itu dianggap tegas, pemberani,” ungkap Amalia dalam diskusi daring, Jumat (12/3/2021).
Padahal, anggapan tersebut dinilai malah membuat hakim semakin bersemangat untuk menjatuhkan hukuman mati.
Sebab, hakim tersebut beranggapan mereka akan mendapat kenaikan pangkat atau keuntungan lainnya apabila menghukum mati terdakwa.
Menurut hasil pemantauan Imparsial, terdapat 197 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di berbagai tingkat pengadilan selama pascareformasi atau dalam kurun waktu tahun 1998-2013.
Kemudian, pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (2014-2019), tercatat ada 221 vonis hukuman mati yang dijatuhkan.
Sementara, terdapat 115 vonis mati yang dijatuhkan dalam periode kedua pemerintahan Jokowi (2019-2021).
“Ini menunjukkan minimnya komitmen dari pemerintah untuk melindungi hak hidup masyarakatnya,” ujar dia.
Jika dirinci, sebanyak 115 vonis mati di periode kedua Jokowi itu dijatuhkan dalam 82 kasus narkotika, 33 kasus pembunuhan, dan satu kasus terorisme.
Adapun pengadilan yang paling banyak menjatuhkan vonis mati adalah PN Medan dengan 16 vonis mati.
Disusul dengan PN Bengkalis (13 vonis mati), PN Palembang (9 vonis mati), dan PN Batam (8 vonis).
Jika dilihat dari waktu vonis, Imparsial melihat vonis mati paling tinggi dijatuhkan pada Maret-Juni 2020.
“Lagi Covid pun, situasi pandemi seperti ini tidak menghalangi pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati,” ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/12/19241631/imparsial-disayangkan-ada-narasi-hakim-yang-jatuhkan-vonis-mati-dianggap