JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, Indonesia berkomitmen untuk membantu negara-negara sahabat yang membutuhkan vaksin Covid-19.
Komitmen tersebut dibuktikan dengan penunjukkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebagai Co-Chair dari Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI).
Indonesia dianggap telah berperan aktif dalam penyediaan vaksin Covid-19 melalui jalur diplomasi, termasuk bagi seluruh negara secara setara.
"Indonesia telah berkomitmen membantu negara-negara sahabat di kawasan yang membutuhkan vaksin Covid-19," kata Ma'ruf dalam konferensi internasional Tackling The Covid-19 Pandemic: Health, Economics, Diplomacy and Social Perspectives, yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Padjajaran, Kamis (25/2/2021).
Menurut Ma'ruf, ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 di Indonesia lebih baik dibandingkan sejumlah negara berkembang. Meskipun vaksin disediakan secara bertahap, ia meminta masyarakat tetap bersyukur.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per akhir Januari 2021, masih ada 130 negara belum mendapatkan akses vaksin Covid-19. Mayoritas merupakan negara berkembang.
"Melalui diplomasi dan kerja sama internasional yang gigih, Indonesia berhasil mengamankan ketersediaan vaksin Covid-19 yang mencukupi seluruh kebutuhan kita," ujar Ma'ruf.
Persoalan ketersediaan vaksin, kata Ma'ruf, juga dialami negara maju. Sebagian negara maju belum mampu memastikan ketersediaan vaksin bagi seluruh warganya.
"Ketersediaan vaksin Covid-19 dalam situasi pandemi yang melanda seluruh dunia merupakan persoalan serius tersendiri," ucapnya.
Adapun pemerintah menargetkan program vaksinasi bagi sekitar 182 juta penduduk atau 70 persen populasi.
Jumlah tersebut diharapkan dapat mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan diharapkan bisa selesai dalam 1 tahun.
Dalam diskusi panel yang digelar Forum Ekonomi Dunia (WEF), Jumat (29/1/2021), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan vaksin Covid-19 merupakan hak setiap orang dan terkait isu kemanusiaan.
Oleh sebab itu ia meminta nasionalisme vaksin dihentikan. Istilah nasionalisme vaksin merujuk pada situasi ketika suatu negara ingin mengamankan stok vaksin demi kepentingan warga negaranya sendiri.
"Saya minta untuk berhenti politisasi vaksin, berhenti nasionalisasi vaksin, kita harus terus mengingatkan diri kita bahwa vaksin adalah isu kemanusiaan," kata Retno,
"Vaksin bukan isu politis. Saya berharap kerja sama multilateral pengadaan vaksin ini berjalan lancar," tutur dia.
Menurut Retno, hingga saat ini nasionalisme vaksin masih terjadi di beberapa negara dan akan membahayakan kerja sama pengadaan vaksin secara multilateral.
"Dalam beberapa hari belakangan saya baca banyak berita bahwa nasionalisasi vaksin masih terjadi. Kalau ini terus berlanjut, ini akan membahayakan kerja sama vaksin multilateral," kata Retno.
Retno pun mengajak seluruh negara untuk memperkuat kerja sama demi terciptanya akses vaksin Covid-19 yang adil dan merata.
Ia mengatakan, keadilan dan keseteraan akses terhadap vaksin Covid-19 merupakan isu penting yang harus jadi perhatian seluruh negara dunia.
Menurut Retno, dunia bisa kembali pulih jika negara-negara bekerja sama dengan baik dalam penanganan pandemi.
"Akses vaksin Covid-19 yang adil dan merata bagi semua negara adalah isu yang sangat penting. Bukan hanya bagi negara-negara berkembang, tapi juga penting untuk negara-negara maju di dunia," ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/25/21183801/wapres-indonesia-berkomitmen-bantu-negara-yang-butuh-vaksin-covid-19