Salin Artikel

Cerita JK soal Pidato Copy-Paste dan Tak Enak Hati ke SBY Gara-gara Jas...

Ada dua hal yaitu, pidato tanpa teks serta ogah mengenakan jas. Itu terjadi ketika dirinya masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI.

Soal pidato tanpa teks, Kalla punya alasan tersendiri: lebih lancar berbicara jika melihat audience.

“Agar pikiran berjalan saya pidato dengan melihat mata orang, reaksinya, baru ide keluar. Itu kalau ditulis orang lain, itu beda,” sebut Kalla dikutip dari program Begini yang tayang di kanal Youtube Kompas.com, Senin (22/2/2021).

Kalla tidak ingin teks pidato yang disampaikannya dibuat oleh pihak lain. Dia tahu tak jarang teks pidato dibuat meniru teks pidato-pidato sebelumnya.

“Saya sering bilang itu pidato eselon II, eselon III yang dibacakan menteri, yang bikin pidato itu kan sekjen, disuruh (menteri). Sekjen suruh lagi anak buahnya yang bikin. Tidak pernah sekjen itu bikin sendiri. Dan biasanya mereka copy paste saja pidato sebelumnya,” kelakar Kalla.

Kebiasannya menyampaikan pidato tanpa teks dapat dilakukan Kalla karena sering membaca.

Setidaknya dalam satu hari ia menghabiskan minimal 1 jam untuk membaca buku dan surat kabar.

“Saya sehari setidaknya bisa membaca 10-20 halaman buku. Buku apa saja. Juga membaca surat kabar, sampai hari ini saya berlangganan 8 surat kabar. Ya biar saya tahu perkembangan apa yang sedang terjadi,” tuturnya.

"Biar Presiden saja yang pakai jas"

Soal ketidaksukaannya memakai setelan jas, Kalla teringat momen ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang Muhammad Yunus peraih Nobel Perdamaian ke Istana Negara, Jakarta, medio 2007. 

Kalla menuturkan, semua pejabat dan tamu undangan diwajibkan menggunakan jas pada pertemuan tersebut. Namun, hanya Kalla yang tidak mengikuti ketentuan tersebut.

“Undangannya itu dari Kementrian Sekretariat Negara (Setneg) pakaian jas lengkap. Saya mau pergi (berangkat) ajudan datang menyampaikan kalau harus pakai jas. Saya pakai kemeja polos lengan panjang seperti biasa. Ah, saya bilang biar saja saya pakai begini, biar saja presiden pakai jas,” ujar Kalla.

“Jadi hadir 40 atau 45 orang di Istana Negara semua pakai jas. Terkecuali saya yang tidak. Tiba-tiba datang Muhammad Yusuf pakai pakaian biasa,” sambungnya.

Alasan di balik cerita tersebut adalah Kalla merasa tidak pas jika datang pada sebuah forum yang membicarakan kemiskinan namun mengenakan jas.

Selain itu, ia mengaku tak terlalu suka menggunakan jas karena kondisi cuaca di Jakarta yang panas.

Kalla membeberkan, dari beberapa negara yang dilewati garis khatulistiwa, hanya Indonesia saja yang masyarakatnya gemar menggunakan jas.

Akhirnya Kalla berpikir bagaimana merubah budaya tersebut. Karena menurut dia, penggunaan jas itu makin nampak setelah era Presiden BJ Habibie.

Ya wajar saja, Habibie memang banyak menghabiskan waktunya di Eropa yang memiliki suhu lebih dingin.

“Saat itu saya tanya adik saya Ahmad, kita mau hemat energi listrik. Listrik paling boros disedot oleh apa? Ia menjawab AC. Karena kalau siang hari lampu tidak menyala, tapi AC menyala. Lalu bagaimana agar AC itu hemat, dia jawab jangan kasih full temperaturnya,” kata Kalla.

“Saya langsung hubungi Setneg untuk minta semua kantor pemerintah maksimal penggunaan AC di suhu 25 derajat. Apa yang terjadi, pertama orang hemat listrik, kedua tidak bisa pakai jas,” sebutnya.

Setelah mengeluarkan aturan tersebut, Kalla mengaku sempat terkena imbasnya.

Saat itu dalam momen pernikahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Kalla diundang dan diminta oleh SBY untuk menjadi saksi pernikahan.

Ia sempat tak enak hati karena pada acara tersebut seharusnya ia mengenakan jas. Namun, jika hal tersebut ia lakukan, maka Kalla merasa tidak menjadi pemimpin yang konsekuen.

“Saya telfon Pak SBY, saya sampaikan permintaan maaf karena sesuai kesepakatan, saya tidak bisa pakai jas. Saya melanggar aturan yang saya buat sendiri (tidak mau). Jadi saya datang dengan menggunakan batik. Pak SBY menjawab tidak apa-apa. Maka di momen itu juga saya sendiri yang pakai batik itu,” ceritanya.

Terakhir Kalla meminta dalam upaya menjaga pemerintahan, seorang pemimpin harus konsekuen dan konsisten dengan keputusan yang diambilnya.

“Kita sebagai pemimpin harus konsekuen, memelihara konsistensi dan memelihara apa yang kita bicarakan, kita lakukan,” tegasnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/24/19030681/cerita-jk-soal-pidato-copy-paste-dan-tak-enak-hati-ke-sby-gara-gara-jas

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke