JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menilai regulasi di Indonesia masih belum maksimal dalam melakukan penyelamatan aset (asset recovery) yang berasal dari hasil tindak pidana.
Hal itu disampaikan Dian saat bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly beserta jajaran di kantor Kemenkumham, Senin (15/2/2021).
"Berdasarkan hasil pemantauan PPATK, diperoleh informasi, bahwa upaya asset recovery atas hasil tindak pidana di Indonesia belum optimal," kata Dian dalam keterangannya, Senin.
"Khususnya perampasan terhadap hasil tindak pidana yang tidak dapat atau sulit dibuktikan tindak pidananya, termasuk di antaranya hasil tindak pidana yang dimiliki atau berada dalam penguasaan tersangka atau terdakwa yang telah meninggal dunia," sambungnya.
Namun, menurutnya, hal itu dapat ditangani dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang telah diinisasi oleh PPATK sejak tahun 2008.
RUU itu dirumuskan dengan mengadopsi ketentuan dalam The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture.
Dian merinci, RUU itu memiliki tiga substansi utama yakni, unexplained wealth sebagai salah satu aset yang dapat dirampas untuk negara, hukum acara perampasan aset, dan pengelolaan aset.
Adapun unexplained wealth merupakan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usulnya secara sah, dan diduga terkait dengan tindak pidana.
Kemudian, hukum acara perampasan aset dalam RUU disebut menekankan pada konsep negara versus aset (in rem), yang juga mengatur tentang perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik.
Terakhir, menyoal pengelolaan aset, RUU merinci sembilan jenis kegiatannya yakni, penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengembalian.
Apabila RUU itu disahkan, PPATK menilai, dapat membantu pengembalian kerugian negara dari hasil tindak pidana.
"Dan akan memberi efek jera kepada pelaku dan deterrent effect bagi calon pelaku kejahatan ekonomi," tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/19103141/ppatk-nilai-upaya-asset-recovery-dari-hasil-tindak-pidana-belum-optimal