Adapun Napoleon merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, bertanya perihal kewenangan untuk menghapus dan mendaftarkan pencekalan seseorang di Direktorat Jenderal Keimigrasian.
"Red notice dijelaskan hanya membantu, yang berhak menghapus, mendaftarkan di Imigrasi yang punya kewenangan itu siapa?," tanya Gunawan dikutip dari Tribunnews.com.
Kemudian, Basuki pun memberikan jawabannya.
"Jelas di Undang-undang Keimigrasian, yang punya kewenangan cekal itu adalah Menteri Hukum dan HAM," tutur Basuki.
Gunawan meminta penegasan saksi ahli soal pernyataannya soal orang yang berwenang memasukkan atau menghapus nama seseorang dari daftar pencarian orang (DPO).
"Dia berhak menghapus, memasukkan nama, men-delete dan sebagainya di bawah Kementerian Hukum dan HAM?," tanya Gunawan.
"Betul," ujar Basuki.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/01/18260601/kasus-djoko-tjandra-saksi-ahli-sebut-yang-punya-kewenangan-cekal-adalah