Salin Artikel

Pemerintah yang Gandeng Influencer, "Shock Culture", hingga Krisis Kepercayaan...

Pengamat kebijakan publik dari Reformasi Kebijakan Riant Nugroho menilai bahwa fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain.

Fenomena seperti ini, kata dia, diawali dari fenomena shock culture pada media sosial yang berakhir pada penggunaan media influencer.

"Pemerintah di seluruh dunia mengalami geger culture atau shock culture sampai yang namanya kebijakan pun kebijakan shock culture. Ini menganggap suatu penyampaian kebijakan yang memakai dunia digital media sosial itu akan selesai dengan menggunakan influencer," kata Riant saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/1/2021).

Riant berpendapat, media sosial dianggap pemerintah sebagai sarana yang cocok untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Ia mencontohkan bagaimana Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump yang lebih memilih menggunakan media sosial Twitter untuk berbicara kepada masyarakatnya daripada media resmi.

"Culture shock media sosial ini menandakan bahwa oh yang namanya media sosial lebih mempengaruhi ketimbang media apa pun juga, termasuk media massa, sekarang rata-rata mati lah," kata dia.

Selain itu, ia menilai bahwa media yang bersifat kelembagaan atau organisasi saat ini sudah tidak efektif.

Dengan demikian, pemerintah di seluruh dunia lebih memilih menggunakan media sosial.

Alasan kedua, Riant menilai kondisi Indonesia tengah mengalami trust crisis atau krisis kepercayaan yang terus berlangsung pasca-reformasi.

Menurut dia, hal ini terjadi karena adanya perubahan sistem politik dari yang sangat kaku mengekang, menjadi sistem politik yang sangat liberal.

"Jadi pasca-reformasi, yang namanya lembaga pemerintah semakin mengalami krisis trust di dalam masyarakat," kata dia.

Di sisi lain, Riant menyebut hal ini membuat pemerintah dinilai tidak mampu memenuhi atau menghilangkan rasa ketidakpastian yang ada di masyarakat.

Padahal, kata dia, ada teori bernama uncertainty reduction theory yang mengatakan bahwa sebuah informasi hanya diterima apabila mampu menghilangkan ketidakpastian.

"Kita ketahui, ketika masyarakat menghadapi yang namanya krisis, pemerintah lalu berbicara, ternyata krisis pun tidak selesai. Sekarang kita hadapi pandemi corona, pemerintah juga menjelaskan, tapi ternyata tidak jelas juga. Bahkan vaksin pun juga begitu," tutur dia.

Oleh karena itu, adanya crisis trust tersebut membuat pemerintah akhirnya memilih media influencer ketimbang organisasi yang dimiliki.

"Apa pun pemerintah mempunyai instrumen kelembagaan yang resmi ketika digunakan untuk menyampaikan itu tidak mampu mereduksi di dalam mengurangi ketidakpastian di masyarakat," kata dia.

Penggunaan media influencer, kata dia, juga dilakukan agar government trust tidak terus tergerus oleh masyarakat.

Hal ini karena apabila terjadi kesalahan informasi yang diberikan, masyarakat akan lebih menyoroti influencer yang menyampaikan, ketimbang pemerintah.

"Pemerintah itu istilahnya mau mukul pinjam tangan, tapi sekaligus mau lepas tangan apabila ada masalah yang bersifat itu tidak obyektif, tidak akurat, dan seterusnya. Sama dengan pemerintah memindahkan tanggung jawabnya apabila ada krisis trust selanjutnya," kata Riant.

Alasan ketiga, kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang memang lebih cocok menerima pesan dari media influencer.

Menurut dia, hal ini karena masyarakat Indonesia yang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Riant menilai, masyarakat Indonesia dapat menerima informasi apabila dilakukan secara instan dan diselingi dengan hiburan atau entertaint.

"Instant influence ini dapat dilakukan oleh para influencer yang rata-rata mereka diberkahi oleh wajah yang cantik, tampan, kemampuan berbicara yang indah. Nah ini yang membuat pemerintah memilih influencer ketimbang yang lain-lain," papar dia.

Beberapa tahun belakangan, pemerintah memang menggunakan influencer untuk menggaet partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan atau program.

Sebut saja promosi pariwisata pada awal 2020, lalu program vaksinasi.

Terkini, pemerintah melibatkan influencer dalam upaya pencegahan paham ekstremisme yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE).

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/22/12241351/pemerintah-yang-gandeng-influencer-shock-culture-hingga-krisis-kepercayaan

Terkini Lainnya

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke