Salin Artikel

Perjalanan Kasus Hukum Ba'asyir dan Polemik Saat Akan Dibebaskan Jokowi...

Pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah ini diketahui bebas sekitar pukul 05.21 WIB.

Di usianya yang ke-82 tahun, ia telah mendekam di penjara selama 12 tahun. Adapun, Ba'asyir sudah merasakan berada di balik jeruji penjara sejak 2003.

Selama dalam masa tahanan, Ba'asyir juga diketahui beberapa kali menjalani perawatan di rumah sakit.

Terakhir, dia menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada 27 November 2020.

Perjalanan kasus hukum

Pada 2003, Ba’asyir dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis penjara selama empat tahun.

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, hakim menilai Ba'asyir melanggar Pasal 107 Ayat 1 KUHP karena berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Ia masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa melapor ke pejabat keimigrasian. Saat itu Baasyir baru saja kembali dari pelariannya di Malaysia.

Ba'asyir diketahui melarikan diri ke Malaysia setelah divonis bersalah oleh Rezim Orde Baru lantaran tak mau mengakui asas tunggal Pancasila.

Ia divonis empat tahun penjara namun hanya menjalani masa hukuman selama 1,5 tahun karena adanya remisi masa hukuman.

Pada 2005 Ba’asyir didakwa terlibat dalam kasus Bom Bali I. Ia pun dinyatakan bersalah karena terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali.

Pengadilan memvonis Ba’asyir 2,5 tahun penjara. Namun Ba’asyir hanya menjalani masa hukuman selama dua tahun dua bulan.

Ia ditangkap paksa saat dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Ba’asyir ditangkap bersama dua belas orang yang mendampingi perjalanannya.

Saat itu, Ba’asyir didakwa atas dugaan keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.

Pada 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ba’asyir dengan hukuman penjara selama 15 tahun. Kini ia terhitung telah menjalani masa hukumannya selama sembilan tahun.

Hampir dibebaskan Jokowi

Amir Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) itu sedianya hampir bisa menghirup udara bebas dengan proses pembebasan yang pernah berlangsung pada 2019.

Saat itu, mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra turut turun tangan dalam proses pembebasan Ba’asyir yang sempat disetujui Jokowi. Kala itu Yusril berkedudukan sebagai penasihat jukum pribadi Jokowi.

Menurut Yusril, inisiatif pembebasan Ba’asyir muncul dari Jokowi karena alasan kemanusiaan. Menurut Yusril, Presiden tak tega melihat kondisi kesehatan Ba’asyir di usianya senjanya.

Jokowi pun membenarkan bahwa ia telah menyetujui pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir.

Menurut Jokowi, Ba’asyir yang belum menjalani seluruh masa hukumannya dibebaskan karena alasan kemanusiaan.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya Beliau kan sudah sepuh (tua). Ya pertimbangannya pertimbangan kemanusiaan. Karena sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi pada 18 Januari 2019.

Namun, tiga hari berselang sikap pemerintah berubah 180 derajat.

Diwakili Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhkam) saat itu, pemerintah menyatakan pembebasan Ba’asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto pada 21 Januari.

Kesehatannya pun semakin memburuk. Presiden, lanjut Wiranto, sangat memahami permintaan keluarga tersebut.

"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," ujar Wiranto.

Esoknya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyampaikan pernyataan resmi ihwal batalnya pembebasan Ba’asyir.

Moeldoko memastikan bahwa permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Sebab, Ba'asyir tidak dapat memenuhi syarat formil sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Syarat formil bagi narapidana perkara terorisme, yakni pertama, bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.

Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.

Terakhir, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis.


Moeldoko melanjutkan, Presiden Joko Widodo sebenarnya menyambut baik permohonan Ba'asyir bebas.

Sebab, kondisi kesehatan Ba'asyir yang saat itu berusia 81 tahun terus menurun sehingga membutuhkan perawatan yang khusus.

"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Namun ya Presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," ujar Moeldoko.

Diisukan batal bebas karena enggan menandatangani dokumen tentang kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI, kuasa hukum Ba’asyir Mahendradata pun memberikan klarifikasi.

"Mengenai Ustaz (Ba'asyir) tidak mau menandatangani kesetiaan terhadap Pancasila, itu perlu saya jelaskan. Yang Ustaz tidak mau tanda tangan itu satu ikatan dokumen macam-macam," kata kuasa hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta, di Kantor Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).

Mahendradatta menjelaskan, salah satu dokumen itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan, yakni turut serta membantu pelatihan militer untuk tindak pidana terorisme.

Mahendradatta mengungkapkan bahwa Ba'asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut.

Hal itu yang menjadi dasar Ba'asyir tidak ingin menandatangani dokumen tersebut. Dengan membubuhkan tanda tangannya, mengartikan bahwa Ba'asyir mengakui kesalahannya.

"Beliau tidak tahu itu latihan militer, dikira itu latihan persiapan untuk para mujahid yang ingin berangkat ke Palestina. Cuma itu saja, kemudian latihan-latihan yang bersifat dikatakan sosial," kata dia.

"Itu pengertian Ustaz, jadi kalau ada tuduhan bahwa ustadz sudah tahu dan membentuk angkatan perang dan lain sebagainya itu, Ustaz tidak pernah mau," ucap Mahendradatta.

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/08/08155561/perjalanan-kasus-hukum-baasyir-dan-polemik-saat-akan-dibebaskan-jokowi

Terkini Lainnya

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke