Salin Artikel

Soal Sekolah Tatap Muka, Epidemiolog: Imbas Tak Memadainya Peta Pengendalian Pandemi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, sejumlah sekolah yang tetap melaksanakan belajar tatap muka berkaitan dengan tak memadainya data pengendalian pandemi Covid-19.

Pemangku kepentingan bisa jadi tak tepat membuat keputusan karena data yang terbatas.

"Musuh kita saat ini adalah keterbatasan data akibat dua hal. Pertama, cakupan testing kita yang rendah membuat mayoritas daerah tidak memiliki penilaian atau peta situasi yang memadai untuk menilai kondisi sebenarnya pengendalian pandemi di daerahnya," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).

Ia menilai, keterbatasan data tersebut berbahaya terlebih sudah berlangsung selama 10 bulan sejak kasus perdana ditemukan pada 2 Maret 2020.

Keterbatasan data itu dianggap berbahaya karena bisa berakibat pada pengambilan keputusan atau kebijakan peraturan daerah yang keliru.

"Ini berbahaya, karena bisa berpengaruh pada keputusan, kebijakan dan strategi yang salah. Dan ini sudah berlangsung 10 bulan," ujarnya.

Selain itu, Dicky juga menilai transparansi data Covid-19 di Indonesia masih menjadi persoalan.

Ia berpendapat, data-data yang disajikan terkait Covid-19 di daerah juga masih minim termasuk data kematian.

Sehingga, menurutnya hal ini akan berpengaruh juga terhadap pengambilan keputusan selain sekolah tatap muka.

"Jadi tidak hanya dalam pembukaan sekolah, setiap pelonggaran, katakanlah daerah tersebut mengizinkan orang liburan dan segala macam. Artinya akan berkonsekuensi keputusan yang tidak berbasis sains, karena tidak berbasis data yang kuat," jelasnya.

Imbasnya, jika hal ini terus dilakukan maka semakin menambah percepatan penyebaran Covid-19 di daerah.

Ia menekankan bahwa indikator satu-satunya untuk mengambil keputusan sekolah tatap muka hanya dapat dilihat dari automatic test positivity rate satu daerah.

"Berapa di daerah tersebut? Di mana yang katakanlah skala moderat. Oke test positivity rate bisa jadi rujukan untuk pembukaan itu di 5-8 persen test positivity-nya. Lalu ya juga harus tetap diperkuat aspek protokol kesehatannya," tuturnya.

Jika satu daerah tersebut sudah dinyatakan test positivity rate aman untuk menggelar sekolah tatap muka, maka sekolah juga harus menyediakan fasilitas penunjang protokol kesehatan.

Misalnya adalah dengan menyediakan wastafel cuci tangan, pembagian kelas hingga mengecek kondisi kesehatan guru, staf sekolah dan para murid.

"Lalu juga bagaimana kurikulumnya menyesuaikan atau dikombinasikan. Jadi semua ini akan efektif kalau kondisinya adalah di data test positivity rate relatif memadai, setidaknya di kondisi moderat. Misalnya, paling tinggi 8 persen," kata Dicky.

"Jika di atas 8 persen itu tetap dipaksakan gelar tatap muka di tengah kondisi yang masih tinggi-tingginya ini, maka tidak hanya anak yang akan dirugikan. Tapi keluarga, guru, staf sekolah dan masyarakat sekitar dalam posisi yang rawan," sambung dia.

Diberitakan Kompas.com pada Senin (4/1/2021) beberapa sekolah telah menggelar pembelajaran tatap muka semester genap Tahun Ajaran (TA) 2020/2021.

Terkait pandemi Covid-19 yang masih terjadi, sistem belajar mengajar tatap muka itu pun dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Hari pertama sekolah tatap muka salah satunya terlihat digelar SMAN 1 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pembelajaran secara tatap muka terbatas di tengah pandemi Covid-19 pada semester genap TA 2020/2021 mulai dilaksanakan di wilayah NTB untuk sejumlah sekolah jenjang SMA, SMK, dan SLB dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/05/13134711/soal-sekolah-tatap-muka-epidemiolog-imbas-tak-memadainya-peta-pengendalian

Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke