Salin Artikel

Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada Dinilai sebagai Anomali Demokrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, fenomena calon tunggal pada Pilkada 2020 merupakan sebuah anomali demokrasi. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 25 pasangan calon tunggal pada pilkada.

Titi menuturkan, fenomena calon tunggal saat pemilu di beberapa negara biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang sedikit. Namun, hal sebaliknya justru terjadi di Indonesia.

"Calon tunggal menjadi anomali demokrasi di Indonesia. Calon tunggal dalam praktik pemilu global, biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih kecil," kata Titi dalam webinar bertajuk Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan, Kamis (17/12/2020).

Titi menjelaskan, di daerah dengan jumlah pemilih yang tidak signifikan, partai politik biasanya tidak terlalu bertaruh dengan eksistensinya.

Sebab, parpol menganggap jumlah pemilih yang sedikit tidak akan memengaruhi eksistensi partai sebagai institusi politik.

Sementara di Indonesia, kata Titi, calon tunggal terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang besar.

"Lalu terjadi di tengah sistem multipartai yang kita anut, sehingga kemudian eksistensi partai politik sesungguhnya menjadi sangat penting di dalam mengusung calon," ujar Titi.

Menurut Titi, fenomena calon tunggal di Indonesia justru menguat. Hal itu terbukti dari 25 paslon tunggal yang semuanya menang Pilkada.

Ia mengatakan, hanya ada satu kabupaten, yaitu kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, yang kompetitif dengan kotak kosong.

"Tetapi sekali lagi, isu ini seolah-olah walaupun muncul tapi timbul tenggelam. Nah ini perlu mendapat penyelesaian karena sekali lagi calon tunggal di dalam praktik demokrasi kita yang multipartai, jumlah pemilih besar, lalu tingkat kompetisi antar partai mestinya kompetitif. Dia menjadi anomali," tuturnya.

"Sulit dipahami di tengah kondisi dan lanskap demokrasi kita, bisa muncul calon tunggal bak cendawan di musim hujan," kata Titi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Arief Budiman mengakui bahwa tren calon tunggal terus meningkat. Berdasarkan data KPU pada Pilkada 2020, setidaknya ada 25 daerah yang diikuti satu pasangan calon.

"Lalu dua pasangan calon ada di 97 daerah, tiga pasangan calon ada di 85 daerah, empat pasangan calon di 51 daerah, dan lima pasangan calon di 12 daerah," ucap Arief.

Pada Pilkada 2015, jumlah calon tunggal tercatat sebanyak 3 paslon. Kemudian bertambah pada 2017 menjadi 9 paslon. Jumlah paslon tunggal makin meningkat pada Pilkada 2018, yakni 16 paslon.

Di sisi lain, Arief menuturkan, tren daerah dengan banyak pasangan calon malah menurun. Padahal, KPU pernah mencatat satu daerah yang memiliki sembilan pasangan calon kepala daerah. 

Sedangkan, pada Pilkada 2020 paling banyak hanya diikuti oleh lima pasangan calon. Sehingga dapat dikatakan tren calon tunggal menguat, namun tren daerah yang memiliki banyak pasangan calon menurun.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/17/20530711/fenomena-calon-tunggal-pada-pilkada-dinilai-sebagai-anomali-demokrasi

Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke