JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPRD Jawa Barat Abdul Rozaq Muslim ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan dana bantuan provinsi kepada Kabupaten Indramayu tahun anggaran 2017-2019.
Rozaq diduga menerima uang senilai Rp 8.582.500.000 karena telah membantu pihak swasta bernama Carsa AS untuk memperoleh proyek pada Dinas Bina Marga Kabupaten Indramayu.
"Atas bantuan ARM (Abdul Rozaq) dalam perolehan proyek Carsa AS tersebut, tersangka ARM diduga menerima sejumlah dana sebesar Rp 8.582.500.000 yang pemberiannya dilakukan dengan cara transfer ke rekening atas nama orang lain," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Senin (16/11/2020).
Karyoto menuturkan, Carsa sejak awal telah mendekati sejumlah pihak yang memiliki kewenangan di Kabupaten Indramayu untuk memperoleh proyek.
Carsa disebut telah mendekati Rozaq sejak tahun 2016 saat Rozaq menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Barat periode 2014-2019.
Selanjutnya, Rozaq berusaha memperjuangkan bantuan provinsi untuk Kabupaten Indramayu dan Cirebon yang merupakan daerah pemilihannya.
"Supaya bantuan provinsi tersebut bisa menjadi anggaran proyek yang akan dikerjakan Carsa AS. Sebagai wujud komitmen, Carsa AS menjanjikan memberikan fee sebesar 5 persen kepada ARM bila mendapatkan pekerjaan tersebut," kata Karyoto.
Pada awal 2016, Rozaq berjanji kepada Carsa akan mengurus proyek bantuan provinsi tahun 2017 di Kabupaten Indramayu yang akan diberikan kepada Carsa.
Atas bantuan itu, Carsa mendapatkan sejumlah proyek di Dinas Bina Marga Kabupaten indramayu di tahun 2017 yang nilainya sekitar 22 Miliar.
Pada awal 2017, Carsa kembali bertemu dengan Rozaq. Rozaq menyampaikan agar Carsa mencari proposal proyek bantuan provinsi di Dinas PUPR agar bisa membantu dana Partai Golkar Indramayu.
"Atas perintah tersebut, Carsa AS mengajukan 20 proyek yang dianggarkan dari bantuan provinsi. Dari pengajuan tersebut, hanya 11 proyek yang dimenangkan Carsa," ujar Karyoto.
Rozak kemudian mengumpulkan aspirasi masyarakat untuk kemudian dijadikan program kegiatan sebagai hasil dari kegiatan reses.
Program kegiatan yang sudah menjadi proposal dari Dinas PUPR kemudian ditandatangani oleh Bupati Indramayu untuk selanjutnya dikirim ke Jawa Barat melalui Bappeda.
Setelah pembahasan di Badan Anggaran DPRD Jabar, Rozak selaku anggota Banggar meminta agar program kegiatan melalui bantuan provinsi untuk Kabupaten Indramayu, khusunya pembangunan jalan, dapat dipriroritaskan karena sangat mendesak bagi kepentingan masyarakat.
"Setelah melalui proses pembahasan di DPRD Jabar dan mendapat persetujuan maka akan masuk dalam APBD kabupaten Indramayu dengan terlebih dahulu dijabarkan dalam Pergub Jawa Barat. Sehingga dari situ akan terlihat usulan proposal yang dapat bantuan provinsi yang dimintakan oleh Carsa," kata Karyoto.
Atas perbuatannya itu, Rozaq disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Karyoto mengingatkan, masa reses dan pengumpulan aspirasi publik semestinya dilakukan untuk menjalankan tugas wakil rakyat dalam melayani publik.
"Bukan malah memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri dan pihak-pihak tertentu," kata Karyoto.
Penetapan Rozaq sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang melibatkan mantan Bupati Indramayu Supendi.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Indramayu Supendi bersama tiga orang lainnya yakni Kepala Dinas PUPR Indramayu Omarsyah, Kepala Bidang Jalan Dinas PUPR Indramayu Wempy Triyono, dan pihak swasta bernama Carsa AS sebagai tersangka.
Dalam kasus itu, Supendi, Omarsyah, dan Wempy disebut menerima fee terkait tujuh proyek jalan dari Carsa selaku kontraktor pelaksana proyek.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/16/22184381/anggota-dprd-jabar-abdul-rozaq-muslim-diduga-terima-rp-85-miliar