Salin Artikel

Cuci Darah Selama 6 Tahun, Bapak Ini Sebut Penyakitnya Bukan Musibah

KOMPAS.com - Tidak seperti penderita gagal ginjal pada umumnya, Gatot Sumarjono (66) terlihat bersemangat ketika menceritakan kehidupan pahitnya sebagai pasien hemodialisis atau cuci darah.

Bermula dari sering mengonsumsi minuman energi, pensiunan PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) ini harus menjalani cuci darah selama 6 tahun terakhir.

“Dulu kata dokter, gagal ginjal saya karena sering mengonsumsi minuman berenergi. Itu minuman bikin tak mudah capek, tapi sekarang tubuh saya yang cepat lelah,” keluh Gatot, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (5/11/2020).

Gatot mengaku, dirinya sudah lama mengonsumsi minuman tersebut untuk menunjang rutinitas padatnya yang sering melakukan pengecekan dari Stasiun Pasuruan sampai Stasiun Banyuwangi.

“Waktu cek kesehatan dari layanan KAI pada Januari 2010 normal semua. Tapi enam bulan setelahnya, saya jadi mual dan muntah setiap kali makan, sampai badan ikut lemas," ujar Gatot.

Hal tersebut pun sangat memengaruhi aktivitasnya sebagai Kepala Stasiun Kalisat (KLT) Jember saat itu.

Akhirnya Gatot memeriksakan diri ke klinik setempat dan diberi obat lambung. Namun setelah mengonsumsi obat tersebut tidak ada perubahan.

Karena kondisinya tak kunjung membaik, Gatot berinisiatif memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soebandi Jember menggunakan layanan Asuransi Kesehatan (Askes).

"Saat itu lah diketahui bahwa saya mengidap gagal ginjal dari hasil ultrasonografi (USG) yang dilakukan dokter. Saya harus menjalani rawat inap dua minggu," katanya.

Setelah keadaan Gatot mulai membaik, dokter menyarankannya harus melakukan cuci darah. Dari situ, perasaan panik dan takut tak dapat dia sembunyikan.

Enggan mengiyakan saran dokter, Gatot malah memutuskan pulang untuk menjalani pengobatan alternatif dengan mengonsumsi obat herbal dan berbagai macam jamu selama dua bulan

Sayangnya, hal itu membuat penyakit Gatot semakin parah. Kadar kreatininnya malah mencapai angka 30 miligram per desiliter (mg/dL), sehingga mau tak mau dia harus menjalani cuci darah.

Dilansir dari laman medicin.net, kadar kreatinin normal bagi pria dewasa adalah sekitar 0,6-1,2 mg/dL, sementara untuk wanita dewasa 0,5-1,1 mg/dL.

Kadar kreatinin tinggi menunjukkan adanya gangguan atau kerusakan fungsi ginjal.

“Saya juga takut banyak yang bilang orang gagal ginjal pasti meninggal, tetapi sekarang saya tak peduli. Bagaimanapun semua manusia akan meninggal bukan hanya pengidap gagal ginjal,” jelas Gatot.

Cuci darah pertama kali

Akhirnya, Gatot melakukan cuci darah pertama kali pada September 2010 di RSUD Dr. Soebandi Jember.

Selama kurun waktu satu tahun, dia menjalani cuci darah tiga hari sekali. Kemudian, pada tahun kedua Gatot hanya cuci darah seminggu sekali.

“Ini karena saya rajin mengatur pola makan dan menuruti anjuran dokter,” ujar Gatot yang dulu juga menjabat sebagai seksi sarana dan prasarana transportasi kereta api.

Hasilnya, kreatinin Gatot yang semula tinggi semakin menunjukkan angka normal yaitu 0,4 mg/dL. Dokter rs pun memberikan kabar bahwa Gatot sudah boleh berhenti melakukan cuci darah pada November 2012.

“Nah, sejak saya tidak lagi cuci darah pada 2012-2016. Namun karena pola makan berantakan, kreatinin saya naik menjadi 22 mg/dL dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum (RSU) Kaliwates,” kata Gatot.

RSU Kaliwates menjadi tempat rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Gatot setelah layanan kesehatannya berpindah secara otomatis dari Askes ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Di rumah sakit tersebut, Gatot dirawat inap selama dua minggu setelah mengalami mual dan muntah karena rujak.

“Saya kira setelah empat tahun tidak kambuh lagi, enggak tahunya habis makan rujak jadi begitu. Disuruh dokter di sana cuci darah kembali sampai sekarang,” ujar Gatot sambil terkekeh.

Namun, ketika mengungkapkan perasaannya saat kembali menjadi pasien hemodialisis, Gatot tidak menunjukkan ekspresi sedih. Justru, dirinya begitu sumringah.

“Penyakit gagal ginjal ini bagi saya adalah barokah, bukan musibah. Sebab, musibah menurut saya itu adalah kematian,” ungkap Gatot.

Gatot menganggap penyakitnya adalah ujian dari Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu, dia harus bertahan.

“Saya anggap ini cuma seperti pilek, soalnya kalau penyakit dibuat beban yang ada makin ngedrop,” imbuhnya.

Gatot mengaku, bila hendak melakukan cuci darah, dirinya sering meminta izin istrinya Sri Sulistyowati (61), untuk menumpang tidur sebentar di rs.

“Buk aku arep ngalih turu ning rs (Bu, saya mau pindah tidur dulu di rs),” ujar Gatot menirukan suaranya setiap berpamitan pada Sri untuk cuci darah.

Selama kembali menjalani perawatan, Gatot tahu betul pantangan untuk penderita gagal ginjal.

“Ikuti saran saya kalau mau. Hindari makan hidangan bersantan, jeruk, pecel, air kelapa muda dan seafood seperti cumi, lobster, kepiting,” jelas Gatot.

Sejauh ini, Gatot tidak pernah merasa kerepotan akibat penyakitnya. Namun, pernyataan itu tidak sejalan dengan tubuhnya.

Sebab, bulan kemarin dia kembali menjalani rawat inap setelah kelelahan menjaga istrinya yang menderita penyakit stroke total.

“Terakhir rawat inap dua hari pada Oktober 2020 karena hemoglobin (Hb) saya rendah sampai harus transfusi darah habis tiga kantong,” ujar Gatot.

Selalu berpikir positif

Dengan pemikiran positifnya, Gatot semakin semangat menjalani kehidupan. Seperti yang dia lakukan sampai saat ini, ketika tiba waktunya cuci darah, dia tidak pernah mengeluhkan apapun.

“Dulu diantar beberapa kali, kalau sekarang ya naik motor sendiri. Tiduran nunggu cuci darah setelah selesai ya pulang istirahat,” imbuhnya.

Baginya, tak ada beban berat dalam menjalani rutinitas yang dia lakukan setiap seminggu sekali selama 4 jam ini.

“Alhamdulilah, arteri dan vena saya mudah dideteksi juga jadi tidak perlu prosedur operasi cimino atau lainnya. Sampai sekarang pun lancar-lancar saja,” ujar Gatot.

Bahkan, ia tak merasakan efek samping parah setelah cuci darah seperti yang sering dialami pasien gagal ginjal lainnya.

“Tidak ada efek mual, muntah atau pusing, hanya saja tidak boleh banyak bergerak karena itu bikin mesin cuci darah ikutan bunyi titut titut,” ujarnya sambil tertawa.

JKN-KIS tanggung semua perawatan

Sebagai peserta JKN-KIS, Gatot bersyukur pengobatan hingga perawatan cuci darahnya selama ini ditanggung BPJS Kesehatan.

“Alhamdulilah selama ini tidak pernah bayar sendiri. Nggak bisa bayangin habis berapa setiap kali cuci darah kan mahal, bisa-bisa uang pensiun saya habis untuk itu,” ucapnya.

Menurut Gatot, selama menggunakan JKN-KIS dia merasakan manfaat yang begitu besar. Bahkan, Gatot sering mengajak saudara-saudaranya ikut mendaftar.

“Pakai BPJS Kesehatan itu enak, kenapa enak? Karena kita tidak perlu membayar banyak dan fasilitas kesehatan terjamin,” ujar Gatot.

Gatot mengaku puas dengan layanan dan fasilitas maksimal dari rs. Menurutnya, pihak rs cepat tanggap jika pasien mengalami keluhan.

“Misal saya cuci darah terus mengalami kejang atau kedinginan, petugas kesehatan langsung memberikan suntikan,” imbuh Gatot.

Gatot pun merasa salut dengan BPJS Kesehatan karena program-program yang dibuat baik. Apalagi, sekarang BPJSKesehatan memberikan layanan khusus kepada pasien hemodialisis.

“Dulu harus minta rujukan tiga bulan sekali tiap akan cuci darah, tapi sekarang cuma satu sekali selamanya. Ini sangat memudahkan saya tidak perlu wara-wiri ke balai pengobatan,” tambah Gatot.

Ke depannya, Gatot menyarankan BPJS Kesehatan untuk tidak menaikan iuran.

“Semoga layanan BPJS Kesehatan bisa semakin ditingkatkan lagi dan untuk pelayanan yang belum ada dapat diadakan nantinya,” tutup Gatot.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/10/09020741/cuci-darah-selama-6-tahun-bapak-ini-sebut-penyakitnya-bukan-musibah

Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke