JAKARTA, KOMPAS.com – Peringatan Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, merupakan perayaan untuk mengingat salah satu peristiwa penting di dalam sejarah Indonesia.
Ikrar itu diucapkan dalam Kongres Pemuda II yang dilangsungkan di Jakarta yang kala itu masih bernama Batavia.
Kongres yang dilangsungkan pada 27-28 Oktober 1928 itu digagas oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, sebuah organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia.
Kongres itu digelar setelah Kongres Pemuda I yang dilangsungkan dua tahun sebelumnya, tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan.
Dalam kongres kedua, kegiatan itu dihadiri oleh perwakilan organisasi pemuda dari berbagai latar belakang, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, hingga Pemuda Kaum Betawi.
Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda
Dilansir dari laman Kemdikbud.go.id, Kongres Pemuda II yang pelaksanaannya diketuai oleh Soegondo Djojopuspito dari PPPI, dilaksanakan di tiga gedung berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat untuk menghasilkan Sumpah Pemuda.
Rapat pertama digelar pada 27 Oktober di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Moehammad Jamin, yang berasal dari Jong Sumatranen Bond, menguraikan tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Menurut Jamin, ada lima faktor yang dapat memperkokoh persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan.
Rapat kedua dilaksanakan pada 28 Oktober di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, tokoh pejuang pendidikan, sependapat bahwa anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan.
Di samping itu, harus ada pula keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak-anak juga harus didik secara demokratis.
Rapat ketiga membahas pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Pada rapat yang diselenggarakan di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat, Ramelan mengemukakan bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri. Hal itulah yang kemudian dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup, lagu Indonesia karya Wage Rudolf Supratman diperdengarkan. Kongres pun ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres yang disebut sebagai Sumpah Pemuda, yaitu:
“Pertama, Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, Tanah Indonesia; Kedua, Kami Poetra dan Poetri Indonesia, mengakoe bangsa jang satoe, Bangsa Indonesia; Ketiga, Kami Poetra dan Poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.”
Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan, ada sejumlah tokoh lain yang juga memiliki peran penting dalam peristiwa Kongres Pemuda tersebut. Berikut di antaranya:
Djoko Marsaid
Marsaid adalah Wakil Ketua Kongres Sumpah Pemuda yang merupakan wakil dari Jong Java.
Mohammad Roem
Roem adalah seorang aktivis sekaligus mahasiswa hukum. Rasa nasionalismenya muncul setelah mendapatkan perlakuan diskriminatif dari Belanda.
Usai peristiwa Sumpah Pemuda, Roem pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada kabinet Natsir. Salah satu kiprah Roem yang paling dikenal dalam bidang diplomasi yaitu melahirkan Perjanjian Roem-Roijen yang mengantarkan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia.
AK Gani atau Adnan Kapau Gani
Gani adalah aktivis pemuda yang lahir di Agam, Sumatera Barat. Namun sejak kecil sudah pindah ke Palembang.
Gani mewakili organisasi Jong Sumatera Bond yang juga mahasiswa kedokteran di Stovia.
Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, ia pernah ditunjuk menjadi Menteri Kemakmuran pada Kabinet Sjahrir III.
Dalam peristiwa Sumpah Pemuda, ia mewakili organisasi Jong Sumatera Bond.
Sie Kong Liong
Dia adalah salah seorang tokoh Tionghoa yang memiliki peran yang cukup penting. Kediamannya yang berada di Kramat Raya 106 dijadikan markas pergerakan kelompok muda.
Kini, rumah tersebut berubah fungsi menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Soenario Sastrowardoyo
Pria yang lahir pada tahun 1902 itu merupakan seorang pengacara aktif. Dilansir dari Tribunnews.com, Soenario dipercaya sebagai penasehat panitia perumusan Sumpah Pemuda dan juga pembicara.
Johannes Leimena
Leimena adalah seorang mahasiswa yang juga menjadi salah satu tokoh di Jong Ambon. Setelah Indonesia merdeka, ia sempat menduduki jabatan menteri kesehatan selama beberapa periode. Leimena kemudian diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional pada tahun 2010.
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
Kartosoewirjo merupakan salah satu tokoh bangsa yang sempat mengenyam pendidikan di Holland Inlandsche School di Rembang, sebuah sekolah elit khusus untuk untuk keturunan Eropa dan campuran.
Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, ia mendirikan Negara Islam Indonesia pada 1949. Namun, ia kemudian dieksekusi mati pada September 1962, setelah ditangkap pada bulan Juni.
Amir Sjarifuddin
Amir adalah perwakilan dari Jong Batak Bond. Usai masa pendudukan Belanda, ia dikenal sebagai aktivis anti Jepang. Bahkan pada tahun 1943, ia nyaris dijatuhi hukuman mati usai ditangkap Kempetai Jepang. Namun upaya itu gagal setelah ada intervensi dari Sukarno dan Hatta.
Pada 1948, Amir yang pernah menjabat sebagai perdana menteri itu dihukum mati karena terlibat peristiwa Madiun.
Kasman Singodimedjo
Kasman adalah salah seorang tokoh sentral di Jong Islamieten Bond, sebuah perkumpulan pemuda Islam yang menjadi cikal bakal organisasi pergerakan lainnya.
Setelah peristiwa 1928, ia membentuk Partai Islam Indonesia sepuluh tahun kemudian. Pada masa kependudukan Jepang, ia menjabat sebagai Komandan Pembela Tanah Air (Peta) Jakarta.
Sedangkan pada masa kemerdekaan, ia didapuk menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/28/17102061/para-tokoh-di-balik-peristiwa-sumpah-pemuda-yang-perlu-diketahui