Menurut dia, pada era digital ini, publisitas seolah menjadi kata kunci dalam mengukur kebaikan seseorang. Sehingga, banyak orang yang lebih mementingkan publisitas.
"Padahal belum tentu apa yang di-publish tersebut mempunyai dampak positif yang lebih besar daripada yang tidak di-publish," ujar Ma'ruf saat menghadiri Haul Virtual ke-39 K.H. Abdul Hamid, Senin (26/10/2020).
"Banyak orang terjebak pada mentalitas syuhrah, yaitu mentalitas pencitraan diri agar dikenal luas," ujar Ma'ruf.
Ia mengatakan, banyak juga orang yang memperlihatkan amal kebaikan yang dilakukan, yang lebih diorientasikan agar diulas media secara luas.
Menurut dia, apa yang dilakukan tersebut tidak tulus karena memiliki niat lain.
"Motivasinya hanya untuk membentuk citra diri, bukan berbuat kebajikan itu sendiri," kata dia.
Oleh karena itu, Ma'ruf pun berharap cara KH Abdul Hamid atau Mbah Hamid dalam kehidupan sehari-harinya yang tawadhu, sederhana, dan menjauh dari publisitas dapat diteladani setiap orang.
Dalam tradisi ilmu tasawuf, kata dia, hal tersebut dikenal dengan khumul, yaitu fokus pada aktivitas kebaikan dengan membungkus dan menutupinya agar tidak diketahui orang lain.
"Ajaran khumul ini di masa sekarang sudah banyak dilupakan. Segala sesuatu amal kebaikan yang dilakukan seakan harus diketahui seluas mungkin oleh publik," kata Ma'ruf Amin.
Meski era digital membuat banyak orang menginginkan publisitas saat berbuat kebaikan, namun Ma'ruf mengingatkan bahwa era digital dapat diambil sisi positifnya terutama dalam berdakwah.
Melalui media digital, kata dia, jangkauan dakwah bisa lebih luas dan dapat dilakukan kapan serta di mana saja.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/26/11371101/wapres-nilai-banyak-orang-terjebak-publisitas-dan-pencitraan-diri