"Setelah naskah UU ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI dan Berita Negara RI," kata Dini saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Setelah disahkan di rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu, naskah UU Cipta Kerja sempat mengalami berbagai perubahan versi.
Terakhir, naskah itu kembali mengalami perubahan setelah diserahkan oleh DPR ke Sekretariat Negara.
Naskah yang diserahkan DPR berjumlah 812 halaman. Setelah direview dan direvisi oleh Setneg, naskahnya menjadi 1187 halaman.
Selain revisi hal teknis seperti salah ketik, format tulisan dan format kertas, Dini juga mengakui adanya satu pasal yang dihapus oleh Setneg.
Pasal yang dihapus adalah ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Dini menyebut pasal tersebut dihapus sesuai kesepakatan dalam rapat panitia kerja antara DPR dan pemerintah sehingga tidak mengubah substansi. Selain itu, tak ada lagi pasal yang dihapus, diubah atau ditambahkan.
"Hanya pasal 46 yang dikeluarkan dari naskah UU Cipta Kerja," kata dia.
Dengan sudah selesainya pengecekan dan revisi oleh Setneg ini, UU Cipta Kerja siap ditandatangani Presiden Jokowi.
"Naskah UU Cipta Kerja sedang dalam proses penandatanganan Presiden," kata Dini.
Berdasarkan aturan, Jokowi memiliki waktu 30 hari setelah UU Cipta Kerja disahkan pada rapat paripurna 5 Oktober lalu.
Namun, jika tak ditandatangani Jokowi dalam waktu 30 hari, UU yang ditolak sejumlah organisasi buruh dan mahasiswa itu juga tetap akan berlaku.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/14471021/istana-uu-cipta-kerja-bisa-diakses-publik-setelah-diteken-jokowi