Salin Artikel

Setahun Jokowi-Ma’ruf: Kasus Djoko Tjandra dan Sorotan ke Aparat Penegak Hukum

Buron kelas kakap itu kabur sejak Juni 2009 atau sesaat sebelum Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman penjara selama dua tahun dalam kasus Bank Bali yang menjeratnya.

Djoko Tjandra ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia dijemput oleh tim Bareskrim Polri dan tiba di Tanah Air pada 30 Juli malam.

Penangkapan narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut menyita perhatian publik pada 30 Juli 2020.

Bagaimana tidak, selain akhirnya tertangkap setelah buron selama 11 tahun, diduga ada keterlibatan 2 jenderal polisi dan seorang jaksa yang membantu buronan ini bolak-balik tempat persembunyiannya.

Dua jenderal polisi dan seorang jaksa itu antara lain mengurus penghapusan red notice Interpol hingga pengurusan fatwa Mahkamah Agung.

Padahal, Djoko Tjandra masih berstatus buron.

Alih-alih menegakkan hukum, perbuatan mereka saat ini bisa menambah catatan hitam Polri dan Kejaksaan oleh oknum tak berintegritas.

Kini, ketiga aparat penegak hukum itu sedang disidang atas perbuatannya tersebut.

Awal mula terungkap

Polemik Djoko Tjandra mulai mencuat ke publik setelah beredarnya sebuah surat jalan.

Keberadaan surat jalan tersebut dibeberkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) pada 15 Juli 2020.

Dalam dokumen surat jalan yang ditunjukkan IPW, tertulis Joko Soegiarto Tjandra sebagai konsultan.

Dalam surat itu, Joko Tjandra disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi.

Tertulis pula Joko Tjandra berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.

Dengan surat jalan tersebut, Djoko Tjandra diduga dapat keluar-masuk Indonesia meskipun menjadi buronan.

Djoko Tjandra diketahui sempat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) pada 8 Juni 2020.

Di hari yang sama, ia juga melakukan perekaman dan mendapatkan e-KTP di kantor Kelurahan Grogol Selatan.

Kemudian, pada 22 Juni 2020, Djoko Tjandra membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara.

2 Jenderal Polisi dan 1 Jaksa

Usut punya usut, surat jalan sakti itu diterbitkan oleh Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo kala menjabat sebagai eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

Tak hanya surat jalan palsu, jenderal polisi berbintang satu itu juga diduga terlibat dalam penerbitan surat rekomendasi kesehatan dan surat bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra.

Prasetijo bukan satu-satunya aparat penegak hukum yang terseret kasus pelarian Djoko Tjandra.

Selain Prasetijo, ada pula jenderal polisi bintang dua, Irjen Napoleon Bonaparte.

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu diduga menerima suap terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.

Selain itu, ada Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang fotonya bersama Djoko Tjandra di luar negeri sempat viral.

Sebelum dicopot dari jabatannya, Pinangki merupakan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

Sorotan ke Aparat Penegak Hukum

Kasus pelarian Djoko Tjandra tersebut membuat kinerja aparat penegak hukum disorot.

Salah satunya datang dari Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.

Julius menyoroti lemahnya aspek pengawasan di internal kepolisian dan kejaksaan sehingga oknum dapat dapat beraksi.

“Kita bisa katakan dengan sangat amat gamblang bahwa pengawasan melekat dari internal instansi aparat penegak hukum, dari kepolisian dan kejaksaan, itu bisa dirasakan nyaris mati, nyaris terkubur hidup-hidup," ujar Julius dalam diskusi daring, 5 Agustus 2020.

"Sehingga perkara seperti ini, apalagi didukung dengan hal-hal yang sifatnya administratif, hardcopy, dan bisa dilihat dengan mata itu, bisa dengan mudah disiasati," kata dia.

Tak hanya di internal, Julius berpandangan pengawasan eksternal oleh lembaga negara serta di organisasi advokat juga dinilai lemah.

Diketahui bahwa tersangka Anita Kolopaking merupakan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra.

Anita merupakan pengacara yang mengurus permohonan pengajuan PK Djoko Tjandra ke PN Jaksel.

Senada, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, praktik pungli, penyalahgunaan wewenang, serta gratifikasi yang melibatkan oknum polisi terus terjadi jika sistem pengawasan internal tidak dibenahi.

Berkaca dari kasu Djoko Tjandra, dugaan keterlibatan jenderal polisi terungkap dari laporan masyarakat, atau bukan laporan lembaga pengawasan internal, seperti Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri atau Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

"Artinya, lembaga pengawasan tersebut nyaris tak melakukan apa-apa dalam membangun budaya profesional, modern, dan tepercaya," ucap dia.

Bambang pun mengaku pesimistis praktik serupa akan berkurang dengan adanya kasus ini.

Terlebih lagi, dengan kondisi lembaga pengawasan internal yang dinilainya belum maksimal.

Maka dari itu, ia mendorong adanya perbaikan terhadap lembaga pengawasan internal. Sebab, pengusutan kasus secara transparan hanya dapat mengobati sesaat rasa kekecewaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

"Karena tanpa memperbaiki sistem pengawasan di kepolisian, kasus ini hanya puncak-puncak gunung es saja. Yang suatu saat akan muncul lagi dan lagi," ucap dia.

"Kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang terkoyak pada polisi akibat kasus ini, hanya keterbukaan," kata Bambang ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (22/7/2020) malam.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menilai, kasus pelarian Djoko Tjandra harus menjadi momentum bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi sejumlah lembaga.

“Pelarian Djoko Tjandra ini mestinya dapat dijadikan momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya, 31 Juli 2020.

Menurutnya, lembaga atau kementerian yang harus dievaluasi kinerjanya yakni Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM atau Ditjen Imigrasi, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Bila tidak dievaluasi, menurutnya tak menutup kemungkinan kasus serupa akan terulang.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/22/05030011/setahun-jokowi-ma-ruf--kasus-djoko-tjandra-dan-sorotan-ke-aparat-penegak

Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke