Sejumlah produk legislasi berupa undang-undang lahir dalam di tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Kompas.com mencatat, setidaknya ada tiga undang-undang kontroversial yang disetujui pemerintah dan DPR meski menimbulkan polemik.
Ketiga undang-undang itu adalah revisi UU Mineral dan Batu Bara, revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK), omnibus law UU Cipta Kerja.
Revisi UU Minerba merupakan usulan DPR yang kemudian dibahas dan disetujui bersama pemerintah. RUU Minerba disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada 12 Mei 2020.
Dilansir Kompas.id, Sabtu (13/5/2020), peneliti dari Auriga Nusantara Iqbal Damanik menyatakan, pengesahan revisi UU Minerba menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap korporasi tambang batu bara.
Berikutnya, revisi UU MK yang juga merupakan usulan DPR disepakati pemerintah. Pembahasan RUU MK dikebut DPR dan pemerintah hanya dalam waktu tujuh hari kerja.
RUU MK disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada 1 September 2020.
Pada 5 Oktober 2020, DPR dan pemerintah menyepakati omnibus law UU Cipta Kerja menjadi undang-undang. UU Cipta Kerja merupakan rancangan undang-undang usulan pemerintah.
DPR pun menyetujui pembahasannya meski kritik publik terhadap UU tersebut sudah terdengar sejak masih menjadi wacana.
UU Cipta Kerja dibahas DPR dan pemerintah hanya dalam kurun waktu enam bulan. Padahal, UU Cipta Kerja mengubah sebanyak 79 undang-undang mulai dari urusan perizinan usaha, pemanfaatan lahan, hingga ketenagakerjaan.
Selain isinya yang mendapatkan kritik keras, pembahasannya dinilai minim partisipasi publik. Ia pun dianggap sebagai undang-undang yang cacat baik dari segi formil maupun materiil.
"Ini praktik yang sangat buruk. Dalam catatan kami, bahkan (UU Cipta Kerja) ini yang terburuk dalam proses legislasi selama ini, terutama pascareformasi," kata pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, Sabtu (17/10/2020).
Abaikan suara publik
Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menilai pemerintah hanya menganggap kritik publik sebagai angin lalu.
DPR yang semestinya menjadi pengontrol pemerintah pun dianggap dalam posisi yang lemah karena justru selalu sepakat dengan pemerintah.
"Tiap ada upaya penolakan, mereka (DPR dan pemerintah) cuek, berpikir bahwa semuanya akan reda sendiri. Mereka cuek dengan tekanan publik. Jadi membiarkan dan mengabaikan sikap-sikap kritis masyarakat terhadap undang-undang," kata Asep, Selasa (20/10/2020).
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, melihat Jokowi berupaya keras mengejar target pemerintahannya tetapi dengan meminggirkan pelibatan masyarakat.
Suara-suara kritis publik tidak didengarkan, komunikasi publik pemerintah pun buruk.
"Yang kurang, pertama, adalah komunikasi publik. Yang kedua, pemerintah termasuk DPR miskin untuk mendengarkan, kurang mau mendengarkan masyarakat," ujar Hendri.
Buka dialog
Asep pun meminta Presiden Jokowi agar dapat menerima kritik dan membuka ruang dialog.
Menurutnya, presiden sudah semestinya mengubah strategi komunikasi publik dalam menjalankan pemerintahan demi membangun kepercayaan publik hingga akhir periode nanti.
"Penting betul presiden mengubah strategi komunikasi publiknya agar lebih mendengarkan apa yang disuarakan masyarakat, tokoh, ormas-ormas, dan sebagainya," kata Asep.
Hal senada disampaikan Hendri. Menurutnya, presiden perlu lebih banyak mendengarkan dan tidak bersikap defensif atas kritik publik.
"Jadi, kalau banyak presiden sebelum Pak Jokowi PR-nya adalah ekonomi, sekarang PR-nya Pak Jokowi adalah pelaksanaan demokrasi dan toleransi," tuturnya.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, mengatakan tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dihadapi tantangan berat yang tidak terprediksi, yaitu pandemi Covid-19.
Ia menyebut pemerintah saat ini bekerja keras mencari solusi agar Indonesia dapat bangkit dari krisis akibat pandemi.
UU Cipta Kerja merupakan salah satu solusi yang dimaksud Jazilul demi mengatasi keterpurukan ekonomi yang saat ini terjadi di Tanah Air.
"Omnibus law baru terjadi pada era Jokowi Jilid II yang dimaksudkan untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sekaligus menahan laju pengangguran dan kemiskinan," katanya, Senin (19/10/2020).
Kendati demikian, ia mengakui UU Cipta Kerja mendapatkan banyak kritik dari masyarakat. Jazilul menyatakan pemerintah akan terus melakukan pendekatan ke publik agar berbagai kebijakan yang telah diterbitkan dapat terlaksana.
"Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan dan dialog dengan berbagai pihak, ormas, dan lain-lain dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut. Dalam tahun pertama ini masih ada pihak yang melakukan kritik pedas terkait rencana dan kebijakan pemerintah, itu hal yang wajar dalam era demokrasi," ucap Jazilul.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/20/11104601/setahun-jokowi-maruf-amin-pengesahan-3-uu-kontroversial