Salin Artikel

Menanti Keadilan untuk Pendeta Yeremia Zanambani...

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dijadwalkan akan mengumumkan hasil investigasi penembakan Pendeta Yeremia Zanambani, Senin (19/10/2020).

Pengumuman itu menyusul rampungnya pencarian informasi dan fakta di lapangan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) di Papua. TGPF telah melakukan penyelidikan di Intan Jaya, Papua, sejak 7 hingga 12 Oktober 2020.

Setelah selesai penyelidikan, TGPF kemudian bertolak ke Jakarta dan melaporkan hasil temuannya kepada Menko Polhukam pada Selasa (13/10/2020).

"Bapak Menko Polhukam (Mahfud MD) sendiri pada Senin (19/10/2020) akan menyampaikan. Untuk waktunya akan diinformasikan lebih lanjut, karena kegiatan Menko sangat padat," ujar Ketua Tim Pengarah TGPF, Tri Soewandono dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (17/10/2020).

Adapun pembentukan TGPF berdasarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 83 Tahun 2020 yang ditandatangan Mahfud pada Kamis (1/10/2020). Terdapat empat kasus yang menjadi objek penyelidikan TGPF.

Keempat kasus ini meliputi penembakan yang menewaskan seorang warga sipil bernama Badawi dan prajurit TNI Serka Sahlan pada Kamis (17/9/2020).

Kemudian, kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani dan prajurit TNI bernama Pratu Dwi Akbar.

Pendeta Yeremia Zanambani tewas dengan luka tembak di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Sabtu (19/9/2020).

Pihak TNI menyebut Yeremia tewas ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Namun, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambon mengatakan, korban tewas dibunuh aparat TNI.

Sementara, Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal juga membantah tuduhan bahwa TNI menjadi pelaku penembakan terhadap Pendeta Yeremia hingga tewas.

Kamal beralasan, tidak ada pos TNI di Hitadipa. Menurutnya, apa yang disampaikan Jubir TPNPB tidak berdasar dan hanya ingin memperkeruh suasana. 

Periksa 42 saksi

Dalam penyelidikannya, TGPF telah memeriksa 42 saksi. Keterangan saksi didapatkan oleh dua tim TGPF di lokasi yang berbeda, yakni di Intan Jaya dan Jayapura.

Di Intan Jaya, tim TGPF berhasil mewawancarai 40 orang yang terdiri dari istri korban, keluarga, warga sekitar yang menolong dan memakamkan korban, 16 orang TNI di lokasi kejadian, serta aparat kepolisian.

Sementara, tim yang bertugas di Jayapura memeriksa dua saksi lain.

Anggota Tim Pengarah TGPF Rizal Mustary menuturkan, tim yang bertugas di Jayapura juga sempat menggelar dialog dengan sejumlah tokoh.

Di antaranya, dengan 25 orang tokoh gereja, perwakilan pemerintah provinsi Papua, Polda Papua dan Kodam Cenderawasih.

"Kemudian dilanjutkan melakukan dialog dengan organisasi pegiat HAM di Jakarta," tutur Rizal.

Ketua Tim Investigasi Lapangan TGPF Benny Mamoto memastikan temuan timnya transparan dan dapat dipercaya.

Sebab menurut Benny, terdapat keterwakilan dari pihak pengadu dalam TGPF, sehingga dapat menguatkan objektivitas temuan TGPF dalam membongkar kasus penembakan di Intan Jaya.

"Bisa dipastikan laporan dari tim ini akan dipercaya," kata Benny.

Akan tetapi, Benny mengakui ada sejumlah informasi yang beredar di masyarakat maupun media sosial yang berpotensi dimaknai secara lain.

Namun, TGPF menyikapi hal itu dengan mengedepankan pendekatan kultural dalam menelusuri informasi.

"Kami bukan penyidik, kami semata-mata mengumpulan fakta lapangan untuk membuat terang," tutur Benny.

Tak berdiri sendiri

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut turun tangan dalam upaya mengusut kasus penembakan Pendeta Yeremia.

Dari hasil penyelidikannya, Komnas HAM menduga kasus penembakan Pendeta Yeremia tidak berdiri sendiri. Artinya, ada rentetan peristiwa lain yang terjadi sebelum kasus kematian pendeta Yeremia.

"Terkait dengan peristiwan kematian pendeta Yeremia, Komnas HAM menemukan fakta bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri," kata Komisiner Komnas HAM Choirul Anam saat konferensi pers daring, Sabtu (17/10/2020), seperti dilansir dari Antara.

Anam menuturkan, dari hasil peninjauan ke lokasi ada persoalan serius yang terjadi dalam waktu yang cukup pendek. Sebab, diketahui terjadi 18 kasus di lokasi kejadian yang sama di Intan Jaya.

Anam menyebutkan, pihaknya menemukan ada lubang peluru dengan berbagai ukuran yang berbeda di sekitar lokasi tembakan, setelah olah tempat kejadian perkara (TKP).

Di samping itu, Komnas HAM juga mendapati sejumlah bukti dan informasi dari keterangan saksi dan sejumlah pihak.

"Komnas HAM akan mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua dan Papua Barat Frits Bernard Ramandey mengungkap, ada kesamaan pola dan karakter yang terjadi pada peristiwa sebelumnya dengan kasus kematian Pendeta Yeremia.

"Kalau kita lihat pola dan karakter kasus sama persis karena semua itu berujung pada kekerasan dan ada korban meninggal dunia baik di warga sipil maupun aparat TNI-Polri," ucapnya.

Menurut Frits, masyarakat Papua berharap agar kasus itu dapat terungkap sehingga kondisi keamanan di wilayah tersebut segera pulih.

Jangan ada impunitas di Papua

Lembaga pengawas HAM, Imparsial, meminta ada penghukuman pelaku dalam kasus penembakan di Intan Jaya. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi praktik impunitas.

"Hal yang terpenting dalam kasus Intan Jaya adalah adanya penghukuman pada pelaku yang melakukan kekerasan. Jangan sampai lagi terjadi impunitas di Papua," ujar Direktur Imparsial Al Araf kepada Kompas.com, Jumat (2/10/2020).

Araf menuturkan, beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Papua selama ini selalu berakhir dengan ketiadaan penghukuman terhadap pelaku.

Karena itu, Ia menekankan bahwa TGPF harus mempunyai tujuan adanya proses hukum dalam penyelidikan tersebut.

"TGPF harus bekerja dengan tujuan untuk memastikan kasus tersebut akan di bawa dalam proses hukum yang benar dan adil demi keadilan korban," tegas dia.

Di samping itu, Araf juga meminta pemerintah mengevaluasi pendekatan keamanan dalam meredam ketegangan di Papua.

"Pemerintah perlu melakukan desekuritisasi wilyah Papua dengan mengevaluasi pendekatan keamanan yang terjadi di Papua," ungkap Araf.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/09184491/menanti-keadilan-untuk-pendeta-yeremia-zanambani

Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke