Sebab, menurut dia, jumlah sampel yang digunakan dalam proses uji klinis tersebut sangat kecil.
"Saya juga mempertanyakan kok bisa (jumlah sampelnya) hanya 1.620. Ini salah perhitungan sampel atau memang studi yang tidak kuat?," kata Pandu dalam diskusi daring, Rabu (14/10/2020).
Pandu mengatakan, dengan jumlah populasi penduduk Indonesia, idealnya, sampel dalam proses uji vaksin berkisar antara 30.000 hingga 50.000 orang. Jumlah ideal ini berbeda jauh dengan sampel yang digunakan dalam proses uji klinis Sinovac.
Pandu pun menyebut bahwa hingga saat ini efektivitas vaksin Sinovac belum dapat dipastikan lantaran masih dalam proses uji klinis tahap ketiga.
Nantinya, data hasil uji klinis harus lebih dulu dievaluasi para ahli, juga dianalisis organisasi kesehatan dunia (WHO).
"Narasinya kan tunggu vaksin, tunggu vaksin, memangnya vaksin kita tahu berapa efektivitasnya? Memangnya aman? Sampai sekarang kita belum tahu," ujar Pandu.
Menurut Pandu, vaksin bukan merupakan solusi jangka pendek dari penanganan pandemi Covid-19, melainkan jangka panjang.
Untuk mengendalikan penularan virus, kata dia, semestinya pemerintah masif melakukan testing Covid-19, pelacakan, dan isolasi terhadap pasien yang terinfeksi virus corona.
Sementara, di Indonesia, hingga saat ini testing Covid-19 masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
"Jadi tidak ada pilihan lain, memperkuat kapasitas testing kalau niat kita mau mengendalikan pandemi," kata Pandu.
Untuk diketahui, uji klinis fase III vaksin Covid-19 tengah dilakukan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan perusahaan vaksin China, Sinovac.
Calon vaksin virus corona tersebut diterima melalui Bio Farma pada 19 Juli 2020.
Uji klinis sendiri telah dimulai pada 11 Agustus 2020 dan vaksin diuji kepada 1.620 orang.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/22300771/jumlah-sampel-kecil-epidemiog-ragukan-uji-klinis-vaksin-sinovac