Salin Artikel

Pengesahan UU Cipta Kerja Munculkan Gelombang Disinformasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komunikasi publik pemerintah dan DPR harus diperbaiki terutama dalam hal penyusunan produk legislasi maupun kebijakan publik lainnya. Berkaca pada proses penyusunan, pembahasan hingga pengesahan RUU Cipta Kerja yang terkesan kurang terbuka, justru memunculkan banyak disinformasi di tengah masyarakat.

Akibatnya, gejolak tak dapat dihindari. Masyarakat pun meluapkan aspirasi mereka dengan turun ke jalan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang menuntut penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah penularan virus corona.

"Pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR telah menimbulkan dinamika, polemik, bahkan gelombang disinformasi di masyarakat," kata Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana dalam keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020), seperti dilansir dari Antara.

Ia pun memberikan tujuh masukan terhadap proses legislasi yang terkesan kurang transparan atas UU tersebut.

Pertama, pemerintah dan DPR seharusnya dapat membuka akses informasi publik secara luas untuk memastikan transparansi, partisipasi dan peran aktif masyarakat terjamin guna mewujudkan akuntabilitas proses dan produk legislasi.

Kedua, DPR seharusnya membuka dan mempermudah akses informasi publik dengan menambah akses di luar yang sudah tersedia untuk mengoptimalkan hak publik atas informasi terhadap proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan draf UU Cipta Kerja.

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo didorong membuka ruang partisipasi masyarakat setelah pengesahan UU Cipta Kerja di DPR dengan membuka dan mempermudah akses masukan dari masyarakat pada kanal-kanal layanan informasi publik yang tersedia.

Keempat, pemerintah wajib menyosialisasikan draf final UU Cipta Kerja secara benar, tepat dan tidak menyesatkan melalui kanal layanan maupun saluran informasi yang tersedia.

Berikutnya, mengimbau masyarakat untuk mengakses informasi dari sumber-sumber resmi yang kredibel dan akurat dalam mendapatkan informasi terkait UU Cipta Kerja.

Keenam, masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap UU tersebut diharapkan menyampaikan secara bertanggungjawab melalalui akses publik yang tersedia.

Masalah serius

Pengajar komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto menilai, ada masalah serius di dalam komunikasi publik yang dilakukan DPR dan pemerintah. Tak hanya di dalam pembahasan RUU Cipta Kerja pada saat ini, tetapi juga pada saat revisi UU KPK tahun lalu.

Buruknya komunikasi publik yang terjadi justru hanya akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

"Paling tidak, kalau akses publik dibuka secara baik sejak awal, akan menghindari menguatnya prasangka negatif soal ketidaktransparanan perumusan dan pengesahan RUU Cipta Kerja. Hak untuk tahu masyarakat terpenuhi dan tidak terombang-ambing oleh hoaks,” kata Gun Gun seperti dilansir dari Kompas.id.

Saat ketidakpercayaan publik menguat, ia menambahkan, tak heran jika kemudian masyarakat mengekspresikan penolakannya seperti dengan melakukan unjuk rasa.

”Sehingga saya melihat ada paradoks komunikasi dengan munculnya beragam hoaks. Salah satu penyebabnya adalah pada bagian-bagian yang harus cepat ditangani, seperti soal draf UU Cipta Kerja yang hampir semingguan menjadi polemik, menurut saya ini tidak produktif dari sisi komunikasi kebijakan,” imbuh dia.

Sementara itu, pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai, partisipasi publik yang minim di dalam pembahasan RUU Cipta Kerja merupakan salah satu bentuk cacat formal RUU tersebut.

Terlebih, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengamanatkan partisipasi publik di dalam proses legislasi.

Memang, sejumlah serikat pekerja telah diundang untuk membahas RUU ini. Tetapi, RUU Cipta Kerja tak hanya mengatur tentang klaster ketenagakerjaan semata.

”Jadi, stakeholders terkait RUU Cipta Kerja ini bukan cuma serikat pekerja, tetapi mulai dari nelayan, masyarakat adat, peternak, hingga notaris. Kalau dicek, akan terlihat betapa terbatasnya partisipasi publik dibandingkan cakupan isu yang diatur oleh RUU Cipta Kerja ini,” kata Bivitri

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/13190531/pengesahan-uu-cipta-kerja-munculkan-gelombang-disinformasi

Terkini Lainnya

Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke