Padahal, kata dia, industri kelapa sawit di Indonesia merupakan penyumbang devisa signifikan sebesar 21,4 miliar dollar AS.
Jumlah tersebut lebih dari 14 persen dari total penerimaan devisa dari ekspor non-migas Tanah Air.
"Nilai tambah untuk hilirisasi ini sangat besar, Indonesia masih memiliki potensi untuk melakukannya karena hilirisasi kelapa sawit masih belum berkembang seperti yang terjadi di Malaysia," kata Sri Mulyani dalam peluncuran program santriprenuer berbasis kelapa sawit Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia secara daring, Kamis (1/10/2020).
Sri Mulyani mengatakan, selama ini, kelapa sawit digunakan sebagai cara untuk mengatasi ketergantungan minyak dan impor minyak yang besar.
Cara tersebut dilakukan melalui program biodiesel.
Kelapa sawit, kata dia, memiliki nilai tambah luar biasa di sektor hilir.
Selain untuk makanan, yaitu minyak goreng dan margarin, juga dipakai untuk sabun dan kosmetik.
Oleh karena itu, program hilirisasi kelapa sawit lebih luas lagi pun dibutuhkan. Utamanya agar muncul kegiatan-kegiatan ekonomi.
"Sehingga dengan program hilirisasi, akan muncul kegiatan-kegiatan ekonomi. Kegiatan industri hilirnya akan muncul dan menjadi penting," kata dia.
Sri Mulyani juga memastikan bahwa pemerintah akan fokus untuk menciptakan nilai tambah makin besar dari kelapa sawit.
Hal tersebut ditujukan agar bisa meningkatkan nilai ekonomi sekaligus kesempatan kerja dan kemandirian, baik di sektor pangan maupun lainnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/01/14564981/sri-mulyani-sebut-hilirisasi-kelapa-sawit-di-indonesia-belum-berkembang