"Nasib pemberantasan korupsi di masa mendatang akan semakin suram jika Mahkamah Agung tetap mempertahankan tren vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (30/9/2020).
Berdasarkan catatan ICW, rata-rata hukuman pelaku korupsi sepanjang tahun 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
Kurnia menuturkan, dari 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada 2019, 842 orang divonis ringan (0-4 tahun penjara) sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun penjara) hanya 9 orang.
"Belum lagi vonis bebas atau lepas yang berjumlah 54 orang," ujar Kurnia.
Selain vonis hukuman penjara, ICW menilai pemulihan kerugian negara juga sangat kecil.
ICW mencatat, kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019 sebesar Rp 12 triliun namun pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp 750 miliar.
"Sebanyak 10 persennya saja tidak dapat," kata Kurnia.
Menurut Kurnia, hukuman ringan yan dijatuhkan MA tersebut mempunyai tiga implikasi serius.
Pertama, hal itu menegasikan nilai keadilan bagi masyarakat sebagai pihak yang terdampak korupsi.
Kedua, vonis ringan meluluhlantakkan kerja keras penegak hukum yang telah bersusah payah membongkar praktik korupsi.
Ketiga, menjauhkan efek jera, baik bagi terdakwa maupun masyarakat.
"Dalam kondisi peradilan yang semakin tak berpihak pada pemberantasan korupsi, memang harus diakui, bahwa masyarakat merindukan adanya sosok seperti Artidjo Alkostar lagi di Mahkamah Agung," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/30/13111021/koruptor-kerap-dapat-vonis-ringan-icw-nasib-pemberantasan-korupsi-suram