Menurut pria yang akrab disapa Awi itu, Baleg telah meminta pemerintah untuk merumuskan kembali maksud perizinan berusaha di sektor pendidikan dan kebudayaan.
"Jangan sampai perizinan berusaha dimaknai sebagai usaha komersial, tapi ada tugas bidang pendidikan dalam fungsi sosial," katanya saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).
Soal penyelenggaraan pendidikan tinggi misalnya, Awi mengatakan, Baleg meminta pemerintah agar lembaga perguruan tinggi asing yang masuk ke Indonesia harus mengutamakan prinsip nirlaba.
Selain itu, perguruan tinggi asing hanya boleh menggelar pendidikan di kawasan ekonomi jasa khusus.
"Perguruan tinggi asing pun kalau masuk harus tetap mengedepankan posisi nirlaba dan perguruan tinggi asing boleh masuk hanya di kawasan ekonomi jasa khusus (kawasan kesehatan, pendidikan, pariwisata) dengan catatan tidak diperkenankan ada di wilayah lain di Indonesia sesuai Pasal 65 UU Sistem Pendidikan Nasional," ujar dia.
Rencananya, pembahasan klaster ketenagakerjaan akan dilanjutkan Senin (14/9/2020).
Menurutnya, hingga saat ini pemerintah bersikukuh klaster pendidikan harus diatur dalam RUU Cipta Kerja.
Awi mengatakan, usul agar klaster pendidikan dicabut tidak diterima pemerintah.
"Senin dilanjutkan pembahasan," ucap Awi.
"Ada usulan juga begitu (klaster pendidikan dicabut). Tapi dari pemerintah mintanya tetap diatur," lanjut dia.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, klaster pendidikan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpotensi membut Indonesia menjadi pasar bebas pendidikan.
Menurutnya, sejumlah pasal bertentangan dengan filosofi dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
"Jika benar-benar diterapkan, maka RUU Ciptaker klaster pendidikan akan membawa Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan," kata Huda, Jumat (11/9/2020).
Huda menjelaskan semangat yang dibawa RUU Ciptaker mengarah kepada liberalisasi pendidikan.
Sebab, peran negara dibuat seminimal mungkin dan dinilai menyerahkan penyelenggaraan pendidikan kepada kekuatan pasar.
"Kondisi ini akan berdampak pada tersingkirnya lembaga-lembaga pendidikan berbasis tradisi seperti pesantren dan kian mahalnya biaya Pendidikan," ujar dia.
Huda menyebut, terdapat sejumlah perubahan regulasi pendidikan dalam RUU Cipta Kerja, yakni meliputi penghapusan persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia.
Kemudian, ada juga regulasi penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dan penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi nasional.
Selain itu, RUU Cipta Kerja klaster pendidikan juga menghapus sanksi pidana dan denda bagi satuan Pendidikan yang melakukan pelanggaran administratif.
Lebih lanjut, Huda mengatakan, ada regulasi yang tidak mewajibkan program studi untuk melakukan akreditasi, hingga dosen lulusan luar negeri tidak perlu lagi melakukan sertifikasi dosen.
"Beberapa pasal dalam RUU Ciptaker kluster pendidikan yang mengundang polemik dapat dilihat di Pasal 33 ayat 6 dan 7, Pasal 45 ayat 2, pasal 53, pasal 63, Pasal 65, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 78, dan Pasal 90," ungkap Huda.
Menurutnya, Baleg DPR perlu mengeluarkan klaster pendidikan dari RUU Cipta Kerja.
"Jika benar-benar diterapkan maka RUU Ciptaker klaster pendidikan akan membawa Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/11/12412801/baleg-tunda-pembahasan-klaster-pendidikan-di-ruu-cipta-kerja-dilanjutkan