JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan pendaftaran calon kepala daerah pada Pilkada 2020 tanpa pengerahan massa. Hal ini untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
"Kami minta pemerintah dan penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU, agar dalam proses pendaftaran bakal calon peserta Pilkada dan partai pengusung tidak perlu datang secara berombongan," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Jumat (4/9/2020).
"Semua harus disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19, khususnya untuk menghindari kerumunan massa," tutur dia.
Bambang juga meminta Kemendagri dan KPU memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Sanksi bisa berupa sanksi ringan seperti teguran hingga sanksi yang lebih berat lainnya.
Ia juga mengingatkan kepada seluruh bakal calon peserta pilkada bahwa mereka adalah panutan bagi pendukungnya dan masyarakat sekitar.
Dengan demikian, bakal calon juga menjadi contoh dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 secara disiplin.
"Kami juga mendorong Kemendagri dan KPU, memastikan bakal calon peserta Pilkada yang akan mengikuti tahapan pendaftaran peserta Pilkada 2020 agar mengikuti seluruh protokol kesehatan," ujar Bambang.
"Serta Kemendagri dan KPU harus memastikan fasilitas di tempat pendaftaran juga memadai untuk dilakukan protokol covid-19, seperti tersedianya tempat cuci tangan, sabun, handsanitizer, dan penyemprotan disinfektan," ucap politisi Partai Golkar itu.
KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah meminta supaya tak ada arak-arakan massa untuk mengiringi bakal calon peserta Pilkada 2020 mendaftarkan diri.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, jika tetap terjadi, arak-arakan pendaftaran bisa dijadikan temuan Bawaslu yang ditindaklanjuti sebagai pelanggaran protokol kesehatan.
Namun demikian, dugaan pelanggaran tersebut bukan menjadi ranah Bawaslu, melainkan pihak kepolisian.
"Pelanggaran hukum protokol kesehatan," kata Fritz saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/9/2020).
"Bawaslu menyampaikan kepada kepolisian. Bukan di ranah Sentra Gakkumdu (Penegakkan Hukum Terpadu)," tuturnya.
Fritz menyebut, setidaknya ada 4 pasal dalam peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menindak pelanggar protokol kesehatan di Pilkada.
Pertama, Pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Ayat (1) pasal tersebut mengatakan bahwa "Siapapun yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000."
Kemudian Ayat (2) pasal yang sama menyebutkan, "Siapapun yang karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000."
Selanjutnya,Pasal 93 UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan mengatur bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.
Ketentuan lainnya yakni, Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebut, siapapun pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintahkan 3 kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.
Lalu Pasal 212 KUHP mengatakan, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dengan penerapan protokol kesehatan di antaranya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/382/2020.
Ada pula peraturan daerah misalnya Peraturan Wali Kota Makassar Nomor 22 Tahun 2020. Dengan adanya ketentuan tersebut, Fritz berharap tak ada yang membawa arak-arakan saat pendaftaran calon Pilkada.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/04/20322161/ketua-mpr-minta-kpu-cegah-pengerahan-massa-saat-pendaftaran-calon-kepala