Salin Artikel

Kuasa Hukum: Irjen Napoleon Bantah Terima Suap dari Djoko Tjandra dan Pihak Lain

Diketahui, Napoleon merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra tersebut.

"Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang atau barang sebagaimana yang selama ini diberitakan, baik itu dari Tommy Sumardi, baik itu dari Brigjen Prasetijo Utomo maupun dari Djoko S Tjandra, apalagi dari pihak lainnya," kata Gunawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020) malam, seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Ia juga mengatakan, kliennya tidak pernah mencabut red notice Djoko Tjandra ketika masih menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Gunawan menuturkan, red notice tersebut terhapus di Markas Interpol di Perancis sejak Juli 2014.

"NCB interpol RI di bawah kepemimpinan jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah mencabut red notice atas nama Djoko S Tjandra. Karena faktanya red notice tersebut telah terhapus dari IPSG interpol sekretariat jenderal yang terletak di Perancis Lyon sejak tanggal 11 Juli 2014," ungkapnya.

Menurutnya, red notice tersebut terhapus karena tidak ada permintaan perpanjangan dari instansi yang berwenang.

Gunawan mengungkapkan, masalah yang sebetulnya terjadi terkait hilangnya nama Djoko Tjandra dari DPO Imigrasi.

Dalam pandangannya, persoalan tersebut sudah di luar kewenangan Napoleon.

"Yang sebetulnya terjadi adalah hilangnya nama Djoko S Tjandra dalam DPO imigrasi, sebagaimana teregistrasi dalam SIKIM adalah di luar kewenangan, di luar kekuasaan saudara Napoleon atau lembaga NCB Republik Indonesia," ungkapnya.

"Sehingga keluar-masuknya Djoko Tjandra baik ke Malaysia maupun ke mana-mana melalui perbatasan, itu tidak melalui Data imigrasi. Yang ada adalah hapusnya nama Djoko S Tjandra dari daftar SIKIM DPO imigrasi. Tidak ada kaitannya dengan Jenderal Napoleon Bonaparte," tandasnya.

Tanggapan Polri

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, penyidik tidak mengejar pengakuan tersangka.

“Kami ingatkan kepada rekan-rekan semua bahwasanya penyidik tidak mengejar pengakuan, penyidik bekerja sesuai dengan scientific crime investigation. Jadi kita tidak mencari atau mengejar pengakuan,” kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat (28/8/2020).

Ia menuturkan, penyidik masih melakukan sejumlah kegiatan untuk mengungkap kasus tersebut.

Salah satunya dengan rekonstruksi kasus yang digelar di kantor Divisi Hubinter Polri, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).

“Rekonstruksi kemarin tentunya itu adalah fakta-fakta hukum yang dihasilkan dari pemeriksaan saksi dan tersangka, kemudian dibawa ke lapangan dan direkonstruksikan, itu yang terjadi,” tutur Awi.

Dalam kasus ini, Napoleon serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo diduga menerima suap.

Terduga penerima suap disangkakan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.

Sementara itu, tersangka Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi diduga sebagai pemberi suap.

Tersangka yang diduga memberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/28/18064931/kuasa-hukum-irjen-napoleon-bantah-terima-suap-dari-djoko-tjandra-dan-pihak

Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke