Buhing dibawa paksa polisi dari kediamannya di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
Penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan konflik lahan antara komunitas adat setempat dengan PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
"Hingga saat ini kita belum mengetahui posisi Pak Effendi Buhing ada di mana. Karena berdasarkan (informasi) teman-teman, hingga saat ini posisi beliau di Polda (Kalimantan Tengah) tidak ada," ujar Dimnas dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/8/2020).
Dimnas menuturkan, keberadaan Buhing sangat dibutuhkan karena untuk kepentingan pendampingan hukum selama menjalani proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dimas mengatakan, komunitas masyarakat adat Laman Kinipan sangat terkejut dengan penangkapan paksa yang dialami Buhing.
Masyarakat adat Laman Kinipan resah lantaran penangkapan Buhing tidak dibarengi dengan surat pemanggilan sebelumnya.
"Sehingga itu yang membingungkan masyarakat," kata Dimnas.
Sementara itu, Direktur Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo meyebut, bahwa komunitas adat Laman Kinipan sebetulnya sejak awal tidak ingin berkonflik.
Warga Laman Kinipan berusaha menempuh jalur dialog untuk menemukan solusi. Hanya saja, proses dialog tersebut buntu dan itu diperparah dengan adanya dugaan kriminalisasi terhadap enam anggota komunitas adat Laman Kinipan.
"Proses dialog sudah dilakukan, namun kriminalisasi tetap terjadi. Proses Kinipan ini menurut saya sungguh mengabaikan hak masyarakat adat," kata dia.
Kasmita menambahkan, komunitas adat Laman Kinipan selama ini memiliki hubungan erat dengan ruang hidup di sekitarnya.
Mereka selama ini telah lama mengelola dan menjaga hutan adat, sekalipun di beberapa lokasi telah mengalami pembabatan.
Namun demikian, apa yang dilakukan masyarakat adat berbanding terbalik dengan keadaan saat ini.
"Jadi bagi kami, ini proses yang sangat mengabaikan hak masyarakat adat," kata dia.
Petugas kepolisian daerah (Polda) Kalimantan Tengah menangkap Ketua Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing pada Rabu (26/8/2020).
Penangkapan ini disinyalir berhubungan dengan konflik lahan yang sudah berlangsung sejak 2018.
Konflik tersebut melibatkan antara masyarakat adat Laman Kinipan dengan perusahaan PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
Buhing sendiri menjadi salah tokoh yang cukup getol menolak pembabatan hutan adat yang telah mereka kelola turun-temurun.
Koalisi Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) mengecam tindakan aparat Polda Kalimantan Tengah. Sebab, penangkapan tersebut diduga tanpa berdasarkan alasan yang jelas.
Dikutip dari keterangan tertulis KNPA pada Rabu (26/8/2020), kasus dugaan perampasan ini telah mengakibatkan enam anggota masyarakat adat diduga dikriminalisasi oleh perusahaan dan aparat kepolisian setempat.
Akibat perampasan itu, pemukiman dan tanah pertanian masyarakat di wilayah adat Laman Kinipan telah digusur sejak 2018 dengan menggunakan alat berat demi perkebunan sawit.
PT SML berdalih, bahwa penggusuran dan perambahan hutan tersebut dilakukan secara sah karena telah mangantongi izin pelepasan lahan seluas 19.091 hektar dari KLHK melalui surat 1/I/PKH/PNBN/2015 pada 19 Maret 2015.
Kemudian juga berdasarkan Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 82/HGU/KEM-ATR/BPN/2017 tentang Pemberian Hak Guna Usaha (HGU) Atas Nama PT SML seluas 9.435,2214 Hektar.
Namun, terbitnya pelepasan hutan dan HGU diduga cacat hukum karena tanpa persetujuan masyarakat adat Laman Kinipan sebagai pemilik wilayah adat.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/27/13200591/usai-ditangkap-paksa-keberadaan-effendi-buhing-hingga-kini-belum-diketahui