Menurut dia, upaya tersebut tak menjawab akar masalah dari program Kartu Prakerja.
"Itu keputusan yang tidak mengubah substansi Kartu Prakerja," kata Agustinus kepada Kompas.com, Kamis (2/7/2020).
Agustinus menilai bahwa penghapusan paket pelatihan tak menyelesaikan persoalan Kartu Prakerja yang tidak tepat sasaran.
Dengan dihapusnya sistem paket ini, seseorang yang tidak terdampak Covid-19 maupun non pengangguran seperti dirinya tetap dapat mendaftar sebagai peserta Kartu Prakerja.
Sebab, tak ada yang berubah pada sistem seleksi peserta.
"Kalau cuma menghapus paket bundlingnya saja itu menurut saya cuma akal-akalan, bukan itu masalahnya," ujar Agustinus.
Pada kritiknya yang beredar luas di sosial media beberapa waktu lalu, Agustinus memang menyoal sistem paket pelatihan Kartu Prakerja. Tetapi, menurut dia, pokok permasalahannya lebih dari itu.
Seharusnya, kata dia, jika negara ingin menghentikan pemborosan anggaran, sistem jual beli pelatihan daring dari penyedia ke peserta Kartu Prakerja ditiadakan.
Sistem itu bisa diganti dengan pembelian materi pelatihan langsung oleh pemerintah.
Selanjutnya, materi pelatihan itu diunggah di laman Kartu Prakerja sehingga peserta dapat mengakses dan belajar melalui laman tersebut.
Pembelian materi pelatihan pun, menurut Agustinus, harus melalui sistem tender atau lelang yang sesuai dengan bunyi peraturan perundang-undangan.
"Tidak usah pakai jual beli. Dibiayai saja produksinya, beli sekali terus digratiskan, diupload di situs Kartu Prakerja, semua peserta yang sudah terdata bisa mengakses gratis. Itu lebih mudah terkontrol," tutur dia.
Dengan langkah Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja ini, menurut Agustinus, harapan atas perubahan sistem Kartu Prakerja bergantung pada revisi Perpres Nomor 36 Tahun 2020.
Ia berharap, Perpres tersebut dapat memuat perubahan yang signifikan pada program Kartu Prakerja.
"Kita baru bisa menilai ada perubahan yang berarti di Kartu Prakerja ini dalam arti menghemat keuangan negara kalau itu ada keputusan yang tegas misalnya kita tunggu saja misalnya Perpres hasil revisi," kata Agistinus.
Sebelumnya, kritik Agustinus terhadap Kartu Prakerja sempat beredar luas di media sosial.
Agustinus mengkritik program tersebut lantaran dirinya yang berprofesi sebagai CEO media daring dan tidak terdampak Covid-19 bisa lolos seleksi sebagai peserta.
Padahal, pemerintah mengklaim bahwa seleksi Kartu Prakerja dilakukan secara ketat pada pihak yang terdampak Covid-19 seperti terkena PHK.
Agustinus juga mengkritik program tersebut karena memberikan sertifikat pelatihan yang hanya berupa penanda kepesertaan pelatihan, bukan sertifikat kompetensi.
"Jadi masyarakat tahu, impian jangan terlalu tinggi. Jangan berharap bahwa sertifikat itu bisa (dipakai) melamar (pekerjaan) di media besar. Itu cuma bukti kalau pernah mempercepat video (pelatihan) lah kalau saya," kata Agustinus kepada Kompas.com, Jumat (1/5/2020).
Sebelumnya, Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja Panji Winanteya Ruky menyebut bahwa pihaknya menghentikan paket pelatihan Kartu Prakerja. Ia menegaskan pemerintah tidak menghentikan program tersebut.
"Tidak benar, yang dihentikan adalah paket program pelatihan," ujar dia ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (2/7/2020) malam.
Hal itu disampaikan Panji terkait beredarnya surat manajemen pelaksana (Project Management Office/PMO) kepada mitra pelatihan kartu prakerja.
Menurut dia, di dalam surat tersebut pihaknya meminta mitra untuk menghentikan transaksi dan penjualan dari pelatihan yang berupa paket atau bundling, bukan program pelatihan secara keseluruhan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/03/10115731/penghentian-paket-pelatihan-kartu-prakerja-dinilai-tak-selesaikan-masalah