JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih meminta negara tak lepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, salah satunya kewajiban memenuhi hak atas tempat tinggal atau perumahan.
Hal itu ia katakan dalam merespons Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken oleh Presiden Joko Widodo.
"Negara tidak boleh lepas tangan atau mencari jalan lain untuk menghindari kewajiban ini," ujar Jumisih dalam keterangan tertulis, Kamis (4/6/2020).
Jumisih menegaskan, negara harus menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya dalam merealisasikan kebutuhan dasar masyarakat.
Hal itu dilakukan bukan saja untuk membuat rakyat memiliki hunian yang layak. Melainkan, demi meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup rakyat secara keseluruhan.
Di sisi lain, ia menilai Tapera tidak menjadi solusi bagi peningkatan kualitas hidup kelas pekerja. Terlebih di saat pandemi seperti sekarang ini.
"Rakyat harus mendesakkan tuntutan agar negara tidak membiasakan diri mencari jalan berputar demi menghindari tanggungjawabnya atas pemenuhan kebutuhan dasar publik," tutur dia.
Menurut Jumisih, negara tidak boleh terus-menerus menggunakan pendekatan bisnis kepada rakyatnya.
Terlebih, jika orientasi bisnis itu disediakan dari uang yang ditarik kepada lapisan pekerja yang selama bertahun-tahun kehidupannya masih jauh dari layak.
"Solusi bagi kebutuhan perumahan buruh, tidak lain adalah perumahan gratis atau sangat murah, terintegrasi, modern dan ramah lingkungan," ungkap Jumisih.
Tapera sendiri menjadi payung hukum penyelenggaraan pungutan iuran yang akan dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera dalam waktu dekat.
Dalam PP tersebut, BP Tapera akan memungut sekaligus mengelola dana untuk perumahan bagi PNS, prajurit TNI dan Polri, pekerja di perusahaan BUMN dan BUMD, dan pekerja perusahaan swasta.
"Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen (tiga persen) dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri," bunyi Pasal 15 PP tersebut dikutip pada Selasa (2/6/2020).
Untuk iuran Tapera sebesar 3 persen tersebut, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja yang dipotong dari gaji. Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.
Kepesertaan di BP Tapera akan berakhir jika pekerja sudah pensiun yakni usia 58 tahun. Nantinya setelah pensiun, peserta bisa mendapatkan dana simpanannya beserta hasil dari dana pengembangan yang ditempatkan di deposito bank, surat utang pemerintah, dan investasi lainnya.
Sebagai informasi, BP Tapera merupakan peleburan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS).
Sebagai modal awal, pemerintah menyuntik dana untuk BP Tapera sebesar Rp 2,5 triliun. Sebelum menjadi BP Taperam, Bapertarum-PNS memiliki sekitar 6,7 juta orang peserta, baik PNS aktif maupun yang telah pensiun, dengan dana kelolaan Rp 12 triliun.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/05/11534561/buruh-minta-negara-tak-lepas-tangan-penuhi-hak-dasar-rakyat