Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (FIKOM UNPAD) Dadang Rahmat Hidayat dalam webinar Komuniaksi yang digelar FIKOM UNPAD, Jumat (22/5/2020).
"Harus ada model sebagai best practice masyarakat. Di samping cara-cara persuasif, publik harus dapat contoh siapa pun yang melanggar PSBB ini," kata Dadang.
Ia mengatakan, siapa pun yang melanggar PSBB, termasuk jika itu pejabat publik, harus dapat dilihat publik seperti apa sanksinya. Sehingga masyarakat dapat melihat dan menilai sendiri penegakan terkait PSBB.
Dengan demikian, kata dia, maka tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum pelanggaran PSBB ini.
Menurut Dadang, ketidakpatuhan menjadi bukti penerapan PSBB saat ini belum efektif memutus mata rantai Covid-19, sehingga perlu ada langkah konkret yang dilakukan.
Ia mencontohkan yang terjadi di Sumatera Barat (Sumbar). Di wilayah itu, kata dia, banyak pedagang nakal yang tak peduli dan meremehkan Covid-19.
Namun, Pemerintah Provinsi Sumbar kemudian melakukan tes kepada seluruh pedagang pasar. Hasilnya, tiga orang diketahui positif virus corona dan mengidap Covid-19.
"Akhirnya timbul semacam awareness. Jadi dikasih contoh dulu," ucap Dadang.
"Orang yang menyebarkan informasi palsu tentang Covid-19 saja dihukum, tapi orang yang tidak memberikan contoh tidak baik, melawan aparat, tidak ditindak dengan sangat berat," kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia, sanksi atas PSBB ini harus jelas. Sebab, jika tak jelas dan tak diumumkan, maka tidak akan menimbulkan efek jera.
Menurut dia, yang menjadi PR besar dalam penerapan PSBB ini adalah disiplin dan kolaborasi bersama. Sebab, dalam komunikasi dibutuhkan kolaborasi dan disiplin.
"Kalau tidak, ini jadi faktor penting penularan tidak akan berkurang. Apalagi ada masyarakat yang tahu tapi tidak melakukan sesuai informasi yang diterima (soal Covid-19)," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/22/14272781/agar-efektif-atasi-covid-19-sanksi-ke-pelanggar-psbb-dinilai-perlu-diumumkan