Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu Judha Nugraha berharap kasus ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 menyadarkan seluruh pihak terkait pentingnya tata kelola yang baik.
"Kita selesaikan proses tata kelola penempatan satu pintu, tanpa lagi mengedepankan ego sektoral masing-masing,” kata Judha melalui diskusi daring, Kamis (14/5/2020).
Saat ini, pemerintah dinilai memiliki “utang” rancangan peraturan perlindungan (RPP) awak kapal laut.
RPP merupakan mandat atau turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
Pada Pasal 4 ayat (1) huruf c UU tersebut menyatakan, pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk sebagai pekerja migran Indonesia.
Kemudian, Pasal 63 UU yang sama menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Menurut Judha, RPP tersebut seharusnya diselesaikan pada 22 November 2019. Namun, RPP belum juga disahkan.
Kemudian, lanjut dia, DPR telah memanggil pihak terkait pada 12 Februari 2020 dan memberikan tenggat watu penyelesaian dua bulan berikutnya.
"Ini pun sekarang lewat deadline tersebut, so harus ada langkah strategis dari semua kementerian/lembaga untuk duduk bersama dan melepaskan ego sektoral,” ucapnya.
Kemenlu pun menyarankan adanya proses penempatan ABK yang mudah, murah, cepat, aman, transparan, dan satu pintu.
Judha juga berharap proses tata kelola yang fokus pada peningkatan perlindungan hak kru kapal dan keluarganya.
Fokus lain yang diharapkan adalah pada peningkatan kompetensi para ABK. Terakhir, soal penegakan hukum.
"(Ketika) ada pelanggaran, kita tegakkan hukum dengan tegas, baik itu dengan menggunakan UU 18 maupun kalau perlu kita gunakan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, di situ ada pemberatan, agar ada data deteren," tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/15/04511521/kemenlu-harap-ego-sektoral-hilang-untuk-bahas-penempatan-abk-di-kapal-asing