Pasalnya, saat ini masyarakat tengah dalam keadaan susah karena menghadapi pandemi Covid-19.
Terlebih, besaran kenaikan iuran BPJS Keseharan hanya terpaut sedikit dari kenaikan sebelumnya yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Langkah Presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan karena kenaikan iuran bukan satu-satunya cara mengatasi defisit ekonomi negara. Terlebih di tengah resesi ekonomi saat ini," tegas Bamsoet dalam keterangan tertulis, Kamis (14/5/2020).
Pemerintah seharusnya dapat mengedepankan kepentingan masyarakat luas ketika mengambil kebijakan.
Apalagi jumlah peserta mandiri yang berasal dari kelompok masyarakat pekerja informal jumlahnya juga cukup besar.
"Kenaikan iuran BPJS kesehatan ini justru berpotensi membuat masyarakat kesulitan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan sehingga akses layanan kesehatan menjadi terhambat," ujar dia.
Bambang mendorong agar pemerintah dapat mencari solusi lain dalam menjaga keberlangsungan program JKN-KIS dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN agar tetap berjalan.
Meski demikian, solusi yang akan diambil hendaknya tidak memberatkan atau membebani masyarakat.
Untuk diketahui, berdasarkan kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34 Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.
Sedangkan, Iuran peserta mandiri kelas II meningkat dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000.
Kemudian, Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/14/16272751/bamsoet-minta-jokowi-batalkan-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan