"Aduan tersebut sudah ditindaklanjuti Ombudsman RI dengan meneruskan kepada instansi terkait melalui narahubung yang telah ditunjuk kemudian dimonitor atau diselesaikan dengan pola respons cepat Ombudsman (RCO)," ujar Ketua Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai dalam konferensi pers, Rabu (13/5/2020).
Adapun aduan yang diterima Ombudsman menyangkut bantuan sosial (bansos) terkait wabah Covid-19, keuangan, transportasi, pelayanan kesehatan, dan keamanan.
Rifai mengatakan, pengaduan terkait bansos sebagian besar terkait penyaluran bantuan yang tidak merata di wilayah sasaran.
Selain itu banyak juga pengaduan di mana masyarakat terdampak melihat tidak jelasnya prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan.
Kemudian ada pula aduan karena kondisi masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 namun tidak terdaftar sebagai penerima bantuan.
“Sebaliknya, Covid19 mengakibatkan kelompok menengah yang rentan mendadak miskin, oleh karenanya akurasi data niscaya menjadi persoalan,” katanya.
Kemudian, aduan masyarakat yang menyangkut bidang keuangan. Menurutnya, itu disebabkan karena belum tersedianya informasi secara jelas mengenai kebijakan relaksasi kredit kepada masyarakat.
Ditambah juga belum adanya layanan secara jelas terkait prosedur dan mekanisme permohonan restrukturisasi kredit bagi sejumlah masyarakat yg telah memenuhi kriteria.
Rifai mengungkapkan, terungkap pula bahwa kebijakan pemberian diskon 50 persen tidak berlaku untuk semua pelanggan listrik 900 VA.
"Keringanan kredit dirasakan tidak operasional, WFH menaikkan konsumsi listrik 30 persen," katanya.
"Jika keringanan kredit tak berhasil, diperkirakan warga akan memilih menjual aset, melakukan pinjaman online atau terpaksa tetap keluar rumah,” ungkap Rifai.
Selain itu, lanjut dia, latar belakang aduan masyarakat terkait pelayanan kesehatan antara lain mengenai kurangnya informasi tentang perbedaan klasifikasi pasien Covid-19.
Kemudian juga kurangnya informasi tentang alur pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan gejala mirip Covid-19, termasuk informasi tentang tempat isolasi.
Selain itu masuk pula aduan mengenai keterlambatan penyampaian hasil tes Covid-19 kepada pasien hingga kurangnya jumlah tenaga medis untuk menangani pasien Covid-19.
Sementara di bidang transportasi, masyarakat melaporkan tentang penghentian angkutan umum di daerah yang belum ditetapkan sebagai PSBB hingga tidak adanya sarana transportasi ke daerah asal bagi WNI yang baru dipulangkan dari luar negeri.
Sedangkan di bidang keamanan, masyarakat melaporkan kurang ditertibkannya kerumunan orang yang masih dalam zona penerapan PSBB, termasuk ketidakjelasan proses penahanan terhadap tersangka yang berstatus positif Covid-19.
"Dan ketiadaan tindakan tegas terhadap kantor yang wajib meliburkan pekerja selama status PSBB," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Posko Pengaduan Daring Covid-19 Ombudsman Republik Indonesia menerima 387 laporan pengaduan masyarakat terkait kebijakan pemerintah yang menyangkut layanan publik di tengah pandemi.
"Laporan pengaduan total yang masuk sampai dengan tanggal 12 Mei pukul 18.00 WIB, itu ada 387 laporan," ujar Amzulian.
Dari 387 laporan tersebut didominasi dengan pengaduan mengenai bansos terkait pandemi Covid-19 sebanyak 72 persen atau 278 pengaduan.
Kemudian disusul pengaduan pada aspek keuangan 23 persen atau 89 pengaduan.
Lalu masing-masing sebanyak 2 persen atau 8 pengaduan terkait transportasi dan pelayanan kesehatan, serta keamanan 1 persen atau 4 pengaduan.
Sedangkan berdasarkan lokasi pengaduan, laporan terbanyak berasal dari wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi yakni 47 atau 12 persen.
Kemudian Sumatera Barat sebanyak 44 aduan atau 11,37 persen, Banten sebanyak 34 aduan atau 8,79 persen, Sulawesi Selatan sebanyak 26 aduan atau 6,72 persen, dan Jawa Barat sebanyak 24 aduan atau 6,20 persen.
Lalu, DIY sebanyak 23 aduan atau 5,94 persen, Jawa Timur sebanyak 22 aduan atau 5,68 persen, dan Jawa Tengah sebanyak 21 aduan atau 5,43 persen.
Rifai menerangkan, tingginya jumlah aduan mengenai kebijakan bansos karena adanya sejumlah faktor yang dirasakan masyarakat.
Mulai dari jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan, tidak dapat menerima bantuan karena tidak memiliki KTP/KK, serta adanya permintaan imbalan oleh petugas ketika mendaftar sebagai penerima bantuan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/13/16211701/aduan-yang-diterima-ombudsman-dari-bansos-tak-merata-hingga-tak-jelasnya