Alasannya, tumpang-tindih aturan tersebut membuka peluang adanya pemberian diskresi yang dapat memunculkan praktik korupsi.
"Peraturan yang tumpang-tindih dapat menciptakan ruang yang lebih besar bagi diskresi dan diskresi yang besar ini kemudian pada akhirnya dapat bermuara pada munculnya praktik yang koruptif," kata Andri dalam sebuah webinar yang digelar KPK, Rabu (13/5/2020).
Andri pun mencontohkan pengenaan tindak pidana terhadap korporasi yang aturannya berbeda-beda di tiga undang-undang terkait sektor SDA.
"Kapan sebuah korporasi bisa dipidana itu berbeda di antara tiga undang-undang. Bahkan, Undang-Undang Kehutanan tidak mengenal pertanggungjawaban korporasi karena dialihkan ke pengurus korporasi," ujar Andri.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Agraria UGM Maria Sumardjono berpendapat, aturan di sektor SDA yang masih tumpang-tindih itu harus diselaraskan.
Menurut Maria, penyelarasan aturan-aturan tersebut dapat dilakukan menggunakan mekanisme omnibus law seperti yang sedang dikerjakan pemerintah saat ini.
"Kenapa? Karena yang disusun, disederhanakan, disusun prinsipnya, itu undang-undang dalam satu rumpun, filosofinya sama. Kalau omnibus law yang sekarang ini kan 79 undang-undang yang filosofi berbeda," ujar Maria.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/13/13133581/tumpang-tindih-peraturan-di-sektor-sda-dinilai-berpotensi-sebabkan-korupsi