Salin Artikel

Gejayan dan Tugas Reformasi yang Belum Usai...

JAKARTA, KOMPAS.com - Gejayan, Yogyakarta, menjadi simbol pergolakan politik yang tak lekang oleh zaman. Tragedi berdarah berlangsung di tempat itu 22 tahun silam, tepatnya pada 8 Mei 1998.

Kala itu gerakan mahasiswa yang menjadi tumpuan utama dalam melengserkan Soeharto dari kekuasaan tak hanya lahir di ibu kota. Gerakan mahasiswa menjamur di hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia, termasuk di Yogyakarta.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997 mengakibatkan harga bahan pokok meroket. Imbasnya, masyarakat pun kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Situasi itu menjadi momentum bagi mahasiswa menuntut Presiden Soeharto yang puluhan tahun melanggengkan kekuasaannya lewat rezim Orde Baru untuk lengser.

Hari itu, mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta menyuarakan aksi keprihatinan dan menuntut Soeharto mundur.

Aksi protes bermula di masing-masing kampus sekitar pukul 09.00 WIB. Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan aksi di bundaran kampus.

Sementara itu mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa IKIP Negeri Yogyakarta (kini UNY) melakukan aksi di halaman kampus masing-masing.

Orasi demi orasi yang menuntut Soeharto turun menggema di halaman kampus masing-masing. Peristiwa semakin memanas ketika mahasiswa mulai bergerak menuju UGM untuk bergabung.

Aparat keamanan tak memberikan izin atas aksi tersebut, apalagi aksi ini diikuti oleh masyarakat. Bentrokan akhirnya terjadi. Aksi saling dorong juga dilakukan oleh kedua belah pihak.

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 9 Mei 1998, hingga pukul 23.00 WIB pada 8 Mei 1998, Jalan Kolombo, Yogyakarta, masih memanas akibat bentrokan ribuan mahasiswa dan masyarakat dengan ratusan aparat keamanan, menyusul saling serang antara aparat dan para demonstran.

Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, bahkan bom molotov. Aparat keamanan akhirnya mulai membubarkan demonstran dengan tembakan gas air mata, semprotan air dari kendaraan water gun, dan pengejaran ke IKIP Yogyakarta dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Peristiwa Gejayan atau Tragedi Yogyakarta yang menyebabkan ratusan orang luka-luka. Satu orang tewas, yaitu mahasiswa MIPA dari Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca.

Tubuh Moses Gatutkaca ditemukan tergeletak oleh mahasiswa di sekitar Posko PMI di Sanata Dharma. Mahasiswa kalahiran Banjarmasin itu meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Panti Rapih.

Menurut dr. Sudomo Jatmiko SPB dari UGD RS Panti Rapih, Moses mengalami perdarahan telinga akibat pukulan benda tumpul.

Nama Moses lantas dijadikan nama jalan di sebelah Universitas Sanata Dharma yang mulanya bernama Jalan Kolombo, untuk mengenang peristiwa Gejayan.

Peristiwa tersebut sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi gerakan mahasiswa di Yogyakarta. Mahasiswa yang awalnya menggelar aksi di dalam kamus mulau berani menggeser kegiatannya di luar kampus.

Selepas dua dasawarsa setelah Soeharto lengser, romantisme Gejayan sebagai simbol sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia tak pudar. Gejayan kembali tampil sebagai simbol penentang kesewenang-wenangan elite politik Indonesia.

Lewat tagar #GejayanMemanggil pada 22 September 2019, ia kembali mengingatkan kesadaran publik yang terdiri dari gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil untuk menentang pemerintah dan DPR yang hendak mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) bermasalah menjadi undang-undang.

Mereka berdemontrasi menyuarakan penolakannya di Gejayan, Yogyakarta.

Para mahasiswa dan elemen masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR agar tak mengesahkan revisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Revisi tersebut dianggap mengebiri kewenangan lembaga KPK dengan menambahkan dewan pengawas yang membatasi fungsi penindakan.

Selain itu fungsi penyadapan KPK juga dikebiri dengan harus adanya izin sebelum menyadap. Hal itu diyakini memudahkan koruptor lolos dalam proses hukum.

Mereka juga menuntut pemerintah dan DPR menghapus sejumlah pasal yang mengancam kebebasan berpendapat seperti penghinaan presiden dalam Rancangan KUHP serta pasal lainnya yang merugikan masyarakat di RUU lain.

Saat itu demonstrasi besar-besaran menentang sikap pemerintah dan DPR muncul di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Suasana dan atmosfernya mirip dengan masa reformasi 1998 ketika hampir semua mahasiswa turun ke jalan dan berdemonstrasi di depan Gedung DPR.

Kala itu para mahasiswa kembali menunaikan tugas sejarahnya menjadi penyambung lidah rakyat, saat kepentingan rakyat dikangkangi syahwat politik sejumlah elite.

Demikian pula Gejayan sebagai simbol pergerakan mahasiswa yang kembali memanggil, juga menunaikan tugas sejarahnya sebagai pengingat atas perjuangan melawan para elite politik yang sewenang-wenang.

Sejarah mencatat bahwa perjuangan melawan elite politik yang sewenang-wenang tak akan pernah usai. Maka, bukan hal yang mustahil jika Gejayan kembali memanggil.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/12/06413051/gejayan-dan-tugas-reformasi-yang-belum-usai

Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke