JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai rencana Presiden Joko Widodo membuka lahan persawahan baru di tengah pandemi Covid-19 sebagai dalih untuk mengeksploitasi lingkungan.
"Kami meminta agar pemerintah tidak lagi mengulang kesalahan masa lalu dan berhenti gunakan pandemi sebagai alasan untuk mengeksploitasi (lingkungan)," ujar Koordinator Walhi Edo Rakhman dalam keterangan tertulis, Rabu (29/4/2020).
Menurut Edo, rencana tersebut serupa dengan langkah pemerintah pada rezim Orde Baru (Orba) dengan proyek "Lahan Gambut Sejuta Hektar" dengan hasil yang tak signifikan.
Di satu sisi, Edo menilai rencana pembukaan lahan tersebut sama-sama dilatarbelakangi atas ketidakpahaman terhadap ekosistem gambut.
Sebab, jika ambisi pembukaan lahan baru terus digencarkan, justru yang didapatkan adalah meningkatnya bencana ekologis.
Oleh karena itu, ia meminta Jokowi berhenti menambah kerugian negara atas rencana pembukaan lahan baru.
"Berhenti merusak alam, rakyat yang menerima akibatnya," tegas Edo.
Selain itu, Edo mendorong supaya Jokowi mengembalikan urusan pangan kepada petani dengan memberikan hak atas tanah.
Menurutnya, sejauh ini agenda reforma agraria melalui program perhutanan sosial dan Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) tak berbanding lurus dengan capaian di lapangan.
"Begitu juga program cetak sawah dengan TNI yang dikerjakan Kementan. Pada saat yang sama petani kesulitan lahan, dan tidak jarang berhadapan dengan konflik agraria," katanya.
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuka lahan persawahan baru demi mengantisipasi ancaman krisis pangan akibat pandemi virus corona Covid-19.
"Lahan basah dan lahan gambut di Kalimantan Tengah lebih dari 900 ribu hektar. Sudah siap 300 ribu ha," kata Airlangga usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, Selasa (28/4/2020).
"Juga yang dikuasai BUMN ada sekitar 200 ribu hektar," sambung dia.
Airlangga menambahkan, saat ini sudah dibuat perencanaan agar lahan tersebut bisa ditanami padi.
Walaupun BMKG memperkirakan ancaman kekeringan tidak akan terjadi pada tahun ini, antisipasi perlu disiapkan.
"Tetap kami monitor apakah ada tantangan alam seperti kekeringan atau hama 5 tahunan di semester 2 nanti," ujarnya.
Pembukaan lahan ini sejalan dengan Indonesia yang mulai mengalami defisit bahan pokok di tengah pandemi corona.
Konflik agraria
Sementara itu, Manager Kajian Kebijakan Walhi Even Sembiring rencana pembukaan lahan baru berpotensi melahirkan konflik agraria.
"Kalau misalnya dia mengundang investasi untuk menyiapkan lahan-lahan barunya, pasti akan melahirkan konflik agraria baru," ujar dia.
Even menyatakan, langkah Jokowi blunder apabila ingin memperkuat ketahanan pangan dengan membuka lahan baru.
Seharusnya, upaya yang dilakukan Jokowi adalah memberikan perlindungan terhadap petani sebagai garda terdepan dalam memperkuat kebutuhan pangan.
Namun, Even menilai, langkah Jokowi selama ini kontras dengan upaya tersebut.
Sebab, selama ini Jokowi dinilai telah melakukan industrialisasi lahan yang mengakibatkan kelompok petani kehilangan tanahnya.
"Tani-tani ini banyak yang digusur untuk kepentingan kelapa sawit dan kepentingan industri batu bara," tegas Even.
Even menyebut Jokowi tak bisa memaksakan diri untuk memperkuat ketahanan pangan dengan cara yang sama dengan pemerintah di rezim Orba.
Menurutnya, apabila ingin membuka lahan, seharusnya Jokowi melakukan kajian terlebih dulu seperti memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungannya.
Hal itu dilakukan supaya pembukaan lahan baru tidak sia-sia apabila nyatanya lokasi tersebut tak cocok.
"Jangan sampai (pembukaan lahan baru) 300 ribu hektar ini cuma akal-akalan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tapi dia tetap mengundang investasi untuk merampas tanah rakyat," tegas Even.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/30/06330681/menyoal-kebijakan-jokowi-buka-lahan-baru-dari-potensi-eksploitasi-hingga