"Siklus kekerasan di Papua harus diputus dan dihentikan. Oleh karena itu, Presiden tidak boleh mendiamkan begitu saja kejadian kekerasan yang berulang tersebut di Papua," kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin al Rahab melalui keterangan tertulis, Rabu (15/4/2020).
Hal itu disampaikan terkait sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini.
Pertama, bentrokan antara anggota TNI-Polri di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, Minggu (12/4/2020). Peristiwa ini mengakibatkan tiga polisi tewas.
Kemudian, dua warga Distrik Kwamki Narama, Mimika, Papua, yang tewas tertembak dalam operasi Satgas TNI di Mile 34, area PT Freeport Indonesia, Mimika, Papua, Senin (13/4/2020).
Terakhir, Komnas HAM menyinggung soal tewasnya seorang warga negara asing (WNA) yang berstatus karyawan Freeport di Kuala Kencana, Timika, Mimika, Papua, Senin (30/3/2020).
Komnas HAM menilai, penindakan hukum menjadi langkah yang efektif.
Amiruddin pun berpandangan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mampu menyelesaikan kekerasan di Papua itu.
"Langkah pengusutan oleh TNI dan Polri secara hukum adalah langkah yang paling efektif. Kepercayaan dan dukungan perlu diberikan pada Kapolri dan Panglima TNI," lanjut dia.
Lebih lanjut, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI perlu mengevaluasi Satuan Tugas (Satgas) Pamrahwan di Papua.
"Evaluasi diperlukan agar proses penegakan hukum dan upaya untuk meminimalisir gangguan keamanan bisa lebih efektif dan tepat sasaran, serta untuk mencegah terjadinya jatuh korban jiwa di pihak mana pun dan tentu saja dalam rangka melindungi dan menegakkan HAM," ujar dia.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta pemerintah daerah setempat berkomunikasi dengan tokoh masyarakat dan kelompok di Papua demi menjaga situasi agar kondusif.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/16/10380751/komnas-ham-presiden-tak-boleh-diam-atas-kekerasan-di-papua