Dalam pasal itu disebutkan pemerintah bisa membatalkan UU melalui Peraturan Pemerintah (PP).
"Jadi memang mungkin karena ketergesa-gesaan keterbatasan waktu ya sehingga ada pasal-pasal yang terlewatkan seperti itu. Lumrah saja terjadi sebenarnya," kata Yusril di Universitas Yarsi, Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Yusril mengatakan kesalahan semacam itu masih bisa diperbaiki.
Namun, pemerintah juga harus memberi penjelasan pada DPR terkait kesalahan tulisan tersebut.
"Maka pada waktu nanti dibahas oleh DPR pada waktu sidang pertama itu, pemerintah membacakan dan menjelaskan bahwa ada pasal-pasal yang di drop dan dirumuskan ulang itu akan disusulkan untuk dibahas bersama-sama dengan DPR," ungkapnya.
Terlepas dari kesalahan itu, Yusril menegaskan pada tatanan kenegaraan Indonesia, PP tidak bisa membatalkan sebuah UU.
"Tidak bisa, PP itu tidak mungkin merubah undang-undang kalau undang-undang hanya bisa diubah dengan UU atau perppu," jelas Yusril.
Seperti diketahui, dalam pasal 170 ayat 1 BAB XIII RUU Omnibus Cipta Kerja, pemerintah memiliki kewenangan mencabut UU melalui PP dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja.
Tidak hanya itu, Presiden juga memiliki kewenangan mencabut Perda yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, kesalahan ketik pada draf omnibus law RUU Cipta Kerja hanya terjadi di satu pasal saja.
Di mengatakan kesalahan ketik itu akan diperbaiki.
"Di mana kok banyak? Enggak ada banyak (kesalahan ketik). Kalau yang salah ketik itu hanya satu, cuma pasal 170. Itu memang harus diperbaiki," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (18/2/2020) petang.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/21/19255001/yusril-anggap-wajar-ada-kesalahan-pengetikan-pada-ruu-cipta-kerja