Ketua Umum Adeksi Armuji mengatakan, Omnibus Law Cipta Kerja dapat meningkatkan iklim investasi di daerah.
"Tentunya kalau kita ingin mempercepat investasi, mau masuk ke kota kita, maka tidak perlu aturan yang aneh-aneh, yang berbelit-belit," ujar Armuji di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
"Kami dari Adeksi sangat mendukung program yang dibuat dan tentunya sebentar lagi akan diundangkan oleh pemerintah pusat," lanjut dia.
Anggota DPRD Jawa Timur itu menilai Omnibus Law Cipta Kerja mendorong adanya keselarasan aturan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Dengan begitu, investasi akan masuk ke daerah tanpa adanya aturan yang aneh dan berbelit.
"Program pemerintah pusat dalam hal ini untuk bisa memangkas atau mempercepat daripada pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Armuji mengatakan, saat ini perlu adanya sosialisasi terkait banyaknya penolakan dari masyarakat terhadap Omnibus Law.
Karena itu, pihaknya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memberikan masukan dari daerah, beberapa waktu lalu.
"Dari daerah untuk memberikan masukan-masukan yang kiranya apa yang harus diberikan masukan terhadap Omnibus Law yang menyangkut masalah kedaerahan," kata dia.
Diketahui, draf Omnibus Law Cipta Kerja saat ini telah masuk ke DPR dan tinggal menunggu pembahasan.
Namun, banyak pasal-pasal pada draf tersebut yang menuai kontroversi.
Salah satunya pasal yang memberikan kewenangan presiden mencabut peraturan daerah (Perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Berikut bunyi pasal 251:
(1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
(2) Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan Peraturan Presiden.
Bagi kepala daerah yang tetap memberlakukan perda yang telah dibatalkan perpres, akan diberi sanksi. Ketentuan tersebut dijelaskan pada Pasal 252.
Saat ini, diketahui sebuah perda hanya bisa dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung (MA).
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/20/16180791/adeksi-dukung-omnibus-law-cipta-kerja-ini-alasannya