JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Afridal Darmi mengatakan pemerintah memiliki utang dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi akibat konflik bersenjata di Aceh selama periode 1976 hingga 2005.
"(Penyelesaian) itu kan utang perjanjian (MoU Helsinkski) yang harus dipenuhi dan dalam soal utang itu ada waktu, sudah 15 tahun ini diberi kesempatan memenuhi utang tersebut," ujar Afridal di Kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Afridal mengungkapkan situasi sekarang seakan-akan masyarakat dibiarkan dengan berakhirnya konflik bersenjata yang ditandai dengan MoU Helsinski.
Padahal, dalam perjanjian tersebut, salah satu mandatnya adalah kehadiran KKR Aceh dalam menangani pelanggaran HAM masa lalu.
Dia mengatakan, pelanggaran HAM tersebut bukan hanya persoalan di internal Aceh, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Tanggung jawab bersama, tanggung jawab pemerintah pusat untuk melaksankaan KKR di Aceh," tegas Afridal.
KKR Aceh merupakan mandat dari perjanjian MoU Helsinski antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005.
Dalam kerjanya, KKR Aceh telah memberikan sejumlah rekomendasi atas pelanggaran HAM selama terjadi konflik bersenjata di Aceh selama periode 1976 hingga 2005
Antara lain upaya pencarian kebenaran, rekonsiliasi, dan reparasi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/23/21014961/kkr-aceh-pemerintah-utang-penyelesaian-kasus-pelanggaran-ham-selama-15-tahun