Menurut Hadar, atas kejadian tersebut, setidaknya ada dua dampak yang dialami KPU, yakni kinerja, meski tak signifikan, serta persepsi masyarakat.
"Yang mungkin agak lebih berat dan kita perlu startegi yang baik, ampuh, adalah bagaimana caranya kita bisa menahan persepsi negatif dan mengembalikannya ke pandangan publik yang cukup percaya," ujar Hadar kepada Kompas.com, Jumat (10/1/2020).
Menurut Hadar, soal kepercayaan masyarakat dan persepsi mereka kepada KPU itu merupakan persoalan besar akibat penangkapan Wahyu Setiawan.
Dengan demikian, kata dia, untuk menjaga kepercayaan dan persepsi positif itu, hal tersebut tidak bisa dipisahkan dengan bagaimana kasus tersebut diselesaikan.
"Harus diupayakan kasus hukum ini diselesaikan dengan cepat, jadi KPU tentu harus bekerja sama penuh dan baik dengan KPK," kata dia.
Hal tersebut dibutuhkan agar proses hukum yang dilakukan bisa berjalan lancar.
"KPK pasti butuh keterangan tambahan, itu harus direspons dengan cepat (oleh KPU)," kata dia.
KPK sebelumnya menetapkan Wahyu sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
Wahyu dijadikan tersangka karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan caleg PDI-P Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
KPK menyebutkan, Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya.
Sedangkan Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.
KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.
Kemudian, politisi PDI-P Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful.
KPK sendiri menangkap Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/10/17282371/wahyu-setiawan-ditangkap-kpk-eks-komisioner-perlu-strategi-agar-publik-tetap