Hal ini disebabkan oleh sembilan garis putus-putus atau nine-dash line yang menjadi dasar klaim China di Laut China Selatan, tetapi tidak pernah diakui Indonesia.
"Bahwa masalah kita dengan China ini tidak akan selesai. Tidak akan pernah selesai sampai akhir zaman. Karena apa? Kita tidak mengakui klaimnya, dia juga tidak mengakui klaim kita," kata Hikmahanto dalam diskusi 'Jalan Keluar Sengketa Natuna' di Cikini, Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Menurut dia, salah satu solusi masalah ini adalah mentransformasikan Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai coast guard RI.
"Nah, yang harusnya ada di sini itu coast guard. Apakah Bakamla ditransformasikan jadi coast guard, saya serahkan ke pemerintah," ujarnya.
Hikmahanto menyatakan pemerintah harus konsisten hadir di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) negeri.
Ia mengatakan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan alutsista TNI.
"Sekarang harus berpikir tidak hanya TNI yang harus diperkuat alutsistanya, karena itu di 12 mil kedaulatan di laut. Tetapi harus berpikir tentang patroli laut, itu penting sekali. Itu juga yang harus dipikirkan, selama ini mungkin masih belum Kita fokus ke sana," kata Hikmahanto.
Selanjutnya, Hikmahanto mengatakan, pemerintah harus konsisten bahwa RI tidak mengakui nine-dash line yang menjadi dasar klaim China di Laut China Selatan.
Dia yakin perlahan China akan mundur jika pemerintah dapat bersikap tegas dan konsisten.
"Saya ingin melihat bahwa penegak hukum kita di ZEE tetap konsisten untuk menganggap tidak ada yang namanya sembilan garis putus yang klaim China," tuturnya.
"Jadi kalau ada mereka ke sana, ya ditangkap, proses hukum, itu harus dilakukan. Mungkin China akan mundur. Bukan karena dia takut dengan senjata yang kita miliki, tapi karena konsistensi dari penegak hukum ini," tegas Hikmahanto.
Maksimalkan peran Bakamla
Hal senada diungkapkan Direktur Imparsial Al Araf. Menurut dia, sudah saatnya Bakamla ditingkatkan kapasitasnya sebagai coast guard RI.
Al Araf menilai, peningkatan kapasitas itu dapat memaksimalkan peran mereka di ZEE.
"Bahwa Bakamla ditingkatkan kapasitas coast guard. Agar kita tahu sebenarnya makhluk apa sih Bakamla ini? Bentuknya apa Bakamla? Di satu sisi kapal dari TNI AL, minjam Pol Air," kata Al Araf.
"Mungkin tugas DPR memastikan kapasitas Bakamla harus ditingkatkan, kalau dia mau didesain sebagai coast guard," lanjut Direktur Imparsial ini.
Selain itu, dia menyebut, pemerintah tidak bisa melupakan pembangunan ekonomi sosial budaya di Natuna.
Menurut Al Araf, penyelesaian masalah perbatasan wilayah tak bisa berhenti pada level diplomasi dan pertahanan.
"Saya lebih setuju kalau dalam penyelesaian persoalan seperti ini yang harusnya dibangun adalah bagaimana pemerintah memastikan pembangunan ekonomi sosial budaya Natuna. Orang seringkali diskursus soal perbatasan wilayah hanya diskusi di dua level, kapasitas pertahanan dan hubungan luar negeri," kata Al Araf.
Pada Rabu (8/1/2020), Presiden Joko Widodo telah berkunjung ke Kabupaten Natuna, Kepri.
Jokowi memastikan adanya penegakan hukum hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Kabupaten Natuna.
Dalam kunjungannya ke Natuna, selain bertemu dengan sejumlah nelayan Natuna dan mengecek Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Selat Lampa, Jokowi juga meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa.
"Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif. Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini," kata Jokowi dikutip dalam keterangan tertulis.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/09/19062311/guru-besar-ui-sebut-masalah-china-ri-tak-akan-pernah-usai-usulkan-bakamla