Salin Artikel

RKUHP Masuk Prolegnas Prioritas, Komnas HAM Ingatkan Tiga Pasal Kontroversial

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan DPR dan pemerintah untuk memperhatikan catatan mereka dalam proses perumusan rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya sudah memberikan sejumlah catatan mengenai pasal-pasal yang bermasalah dalam rancangan KUHP, sebelum RUU itu dinyatakan ditunda pengesahannya.

"Komnas HAM ingin rekomendasi atau catatan Komnas menjadi masukkan dan kemudian menjadi perbaikan bagi draf (RKUHP)," kata Beka saat ditemui di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).

Beberapa catatan Komnas HAM itu, pertama, mengenai aturan hukuman mati.

Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Kemudian pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.

Catatan kedua, mengenai pasal penistaan agama. Dalam KUHP sebelum revisi, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 156a dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.

Seseorang disebut menistakan agama jika melalukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama, dan perbuatan yang bertujuan supaya orang tidak menganut agama apa pun juga.

Dalam draf RUU KUHP terbaru, pasal tersebut masih ada dan tertuang dalam bab tindak pidana terhadap agama.

Di draf tersebut, ditambahkan bunyi bahwa pasal ini dapat menjerat orang yang tidak hanya mengemukakan tindakan penistaan agama di muka umum, tapi juga menyebarkan lewat sarana elektronik.

Catatan Komnas HAM terakhir adalah soal kebebasan berekspresi. Hal ini berkaitan dengan munculnya pasal penghinaan terhadap presiden.

Diketahui, dalam Pasal 218 RKUHP ayat (1) dimuat aturan yang berbunyi, "setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Sementara itu, ayat (2) dalam pasal itu berbunyi, "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada !yat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."

Pasal-pasal lain yang berkaitan dengan penghinaan antara lain Pasal 241, 247, atau 354.

Beka mengatakan, lantaran RKUHP masuk sebagai salah satu RUU yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas DPR tahun 2020, para legislator harus mampu menyelesaikan pasal-pasal kontroversial tersebut secara substansial.

"Kalau misalnya ke depan misalnya DPR dan pemerintah pengin menggolkan lagi (RKUHP), saya kira satu, itu persoalan substansi," katanya.

Untuk diketahui, pemerintah dan DPR memutuskan menetapkan sebanyak 247 RUU masuk ke dalam Prolegnas jangka menengah 2020-2024.

Jumlah tersebut terdiri atas RUU usulan DPR, RUU usulan pemerintah dan RUU usulan DPD.

Dari jumlah tersebut, 50 di antaranya masuk sebagai RUU Prolegnas prioritas, salah satunya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/19/16551381/rkuhp-masuk-prolegnas-prioritas-komnas-ham-ingatkan-tiga-pasal-kontroversial

Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke