Jazilul mengatakan, putusan MK itu bersifat final dan mengikat sehingga memberi ruang bagi mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah di Pilkada.
"Itu kan artinya dari sisi hak asasi dia, dari sisi hak asasi seorang napi diberikan ruang untuk nyalon," kata Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Kendati demikian, Jazilul menegaskan, PKB tetap mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang bersih dari catatan korupsi.
"Buat PKB keputusan MK itu kita hormati, tapi PKB mencari calon yang bersih," ujar dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Oleh karena MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.
Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.
Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seoranh mantan napi.
Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/11/23222171/eks-koruptor-boleh-maju-pilkada-setelah-5-tahun-pkb-kita-tetap-cari-yang