JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menolak wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Wacana itu pertama kali muncul ketika ramai perbincangan terkait rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Jokowi mencurigai, pihak-pihak yang memunculkan wacana penambahan masa jabatan justru ingin merugikan dirinya.
Sebab, pada saat yang sama ia mengusulkan amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas pada haluan negara.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya. Pertama ingin menampar muka saya, kedua ingin cari muka, atau ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Senin (2/12/2019).
Mengenai adanya usulan penambahan masa jabatan presiden mulanya diungkapkan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
Saat itu, Hidayat menyebut Fraksi Partai Nasdem di DPR mendorong agar masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.
Padahal, pada saat yang sama, mayoritas fraksi menolak usulan amendemen terkait masa jabatan serta perubahan cara pemilihan presiden.
“Untuk masa jabatan tiga periode itu yang paling mendorong Nasdem,” kata Hidayat saat memaparkan peta politik amendemen UUD 1945 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2019).
Namun, sejumlah kader Partai Nasdem membantah hal tersebut. Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya, misalnya, menyebut bahwa partainya hanya menangkap aspirasi publik perihal masa jabatan presiden.
"Kami enggak ada. Kami enggak dorong tiga periode. Belum ada keputusan soal itu. Nasdem menangkap itu adalah aspirasi publik, lalu ayo didiskusikan secara terbuka," ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Di lain pihak, Ketua DPP Partai Nasdem Surya Paloh menyatakan, masa jabatan seorang presiden dapat ditambah bila memang undang-undang mengamanatkan hal tersebut.
Hal itu diungkapkan Surya dalam sebuah wawancara khusus dengan BeritaSatu TV pada pertengahan November.
Awalnya, Surya sempat ditanya kemungkinan mengusung kader Nasdem di Pilpres 2024 mendatang.
Menurut dia, untuk saat ini belum ada kader Nasdem yang akan diusung sebagai kandidat presiden maupun wakil presiden pada Pilpres 2024.
“Barangkali sekarang belum terlihat, tapi (tidak tahu jika) 1-2 tahun ke depan terlihat. Jadi sedang berproses," kata Surya seperti dilansir Kompas.com dari channel YouTube BeritaSatu TV, Selasa (3/12/2019).
Sebaliknya, Surya justru berharap agar Presiden Jokowi dapat memberikan peninggalan yang hebat di periode kedua kepemimpinannya yang kelak akan diteruskan oleh siapa pun yang menggantikannya.
“Kecuali masalahnya kalau UU kita memberikan kesempatan beliau (Jokowi) menambah masa kerjanya, masa baktinya,” ujar dia.
Menanggapi jawaban Surya, Pemred BeritaSatu TV Claudius Boekan yang membawa acara, kembali bertanya soal kemungkinan Surya mendukung wacana amendemen terbatas UUD 1945 terkait penambahan masa jabatan presiden.
“Kalau semua fraksi setuju, kenapa (Nasdem) enggak setuju? Kita memang menganggap baku dengan dua kali masa jabatan dengan pemilu seperti ini. Semua bisa dievaluasi tergantung kebutuhan dan perkembangan jamannya,” ujar Surya.
“UUD 1945 sudah kita amendemen empat kali. Kita tidak ada salahnya kalau amendemen 1-2 kali lagi, tetapi bukan amendemen untuk amendemen. Di sana diperlukan betul-betul penelitian, penelaahan tuntutan kebutuhan yang sesungguhnya untuk tantangan bangsa ini agar tetap tegak, kokoh berjalan sebagai suatu bangsa,” kata dia.
Saat dijumpai di Jatim Expo, Surabaya, Jawa Timur, Surya kembali menyatakan bahwa munculnya penambahan masa jabatan presiden merupakjan sebuah diskursus.
“Ditindaklanjuti saja. Nanti kita lihat apa masyarakat sambutannya. Kalau memang kebutuhan ke arah itu kenapa tidak?" kata Surya pada 23 November 2019.
Ia pun meminta MPR jeli dalam melihat dan memetakan respons masyarakat.
Jika diskursus itu memunculkan kegaduhan di tengah masyarakat maka harus disudahi. Demikian halnya bila diskursus itu justru akan membawa sebuah kemunduran politik.
"Yang kita waspadai adalah terhadap tentu masalah-masalah yang mengganggu semangat persatuan kita. Untuk apa diskursus yang mengundang perpecahan. Tapi kalau diskursusnya semakin mencerdaskan kehidupan bangsa bagus," ucap dia.
Hal senada disampaikan Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago.
Menurut dia, usulan penambahan masa jabatan presiden harus dibarengi dengan adanya kajian yang mendalam sebelum direalisasikan.
"Jika ada kekhawatiran mengenai masa jabatan dan pemilihan (presiden) melalui MPR akan menjadi bahan amendemen sementara dan banyak pihak yang tidak setuju, tentu hal tersebut tidak perlu menjadi bagian dari diskusi ke depan," ujar Irma.
"Tentu kami dukung jika ada kajian terlebih dulu. Karena bagi Nasdem yang terpenting adalah kehendak rakyat. Bahkan, saat ini kami fokus pada penguatan sistem presidensial agar pemerintah dapat bekerja dengan otoritas penuh dalam menjalankan amanat rakyat," kata dia.
Saat Ini, Irma menyarankan adanya sosialisasi terlebih dulu kepada masyarakat terkait poin apa saja yang akan diusulkan dalam rencana amendemen UUD 1945.
Dia meminta MPR merumuskan poin-poin rencana itu, kemudian diuji publik. "Setelah itu baru bisa dirumuskan," kata Irma.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Haryanti Puspa Sari, Ihsanuddin, Kristian Erdianto, Dian Erika Nugraheny, Rakhmat Nur Hakim)
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/03/15511351/duduk-perkara-usulan-penambahan-masa-jabatan-presiden-jadi-3-periode